Ani Aryani: Sosok Inspiratif dalam Keterbatasan Fisik
Mengalami keterbatasan fisik karena penyakit yang dideritanya, tidak membuat Ani Aryani jadi putus harapan. Simak, semangat dan prestasi yang telah diukir Ani Aryani, pakar akuntansi mengatasi disabilitas dirinya.
Saya mengenal sosok inspiratif ini sekitar 10 tahun lalu. Sebagai sesama mahasiswa dari Indonesia yang tengah menjalani study di Negeri Kanguru. Sejak pertama mengenalnya, sebuncah rasa kagum langsung menyelinap dalam diri saya. Anni, demikian panggilannya. Sosok yang sangat percaya diri, ceria, dan mandiri.
Dra. Y Anni Aryani, M.Prof.Acc., Ph.D., Ak. Demikian nama lengkap dan gelar yang disandangnya. Anni menyelesaikan S-1 nya di UNS Solo tahun 1991, mendapat beasiswa S-2 dan mendapat gelar M.Prof. Professional Accounting (M.Prof.Acc) dari The University of Queensland Australia pada tahun 1999. Masih di bidang akuntasi, Anni menyelesaikan S-3 dan mendapat Ph.D. Accounting and Finance di Victoria University, Melbourne pada tahun 2009.
Lalu apa istimewanya hingga saya melihatnya sebagai sosok inspiratif? Perempuan dengan gelar pendidikan yang berjajar sudah bukan barang langka, bukan? Hmm bisa jadi, namun Anni Aryani adalah perempuan mungil dengan semangat yang besar. Semangat hidup, semangat mengabdi, dan semangat berbagi.
Anni menginspirasi untuk tidak surut menata diri agar memberi manfaat bagi sesama, dalam kondisi apapun. Anni, dalam keterbatasannya mampu mengepakkan sayap dan memberi manfaat dari berbagai ilmu dan pengalaman yang tidak henti dia gali kepada para mahasiswanya di jurusan Akuntansi UNS Solo, almamaternya. Anni memang berprofesi sebagai dosen di UNS Solo dengan bidang kepakaran akuntansi sejak tahun 1992.
Bukan hanya mengajar mahasiswa S-1, dan S-2, tapi juga mahasiswa S-3. Anni memang sangat menikmati profesinya sebagai dosen. “Saya merasa menjadi orang yang lebih bermanfaat bagi orang lain,” ujarnya. Semangat berbagi dan memberi manfaat pulalah yang mendorong Anni terus meningkatkan kemampuan dan kapasitas diri sebagai tenaga pendidik. Aktif di berbagai kegiatan ilmiah dan akademik baik di tingkat nasional maupun global dan tetap aktif dalam lingkungan dan pergaulan sosial.
Anni lahir layaknya bayi lainnya, namun akibat menderita penyakit polio pada umur 2,5 tahun, kedua kakinya lumpuh. Kondisi ini kemudian mengharuskannya menggunakan alat bantu jalan. Surutkah semangat Anni kecil untuk menuntut ilmu? Ternyata tidak, semangat belajar Anni tak pernah padam. Sejak sekolah dasar hingga ke bangku kuliah, Anni menjalaninya di sekolah biasa bukan sekolah khusus untuk penyandang disabilitas.
Alih-alih hanya sekadar bertahan, Anni membuktikan dengan berbagai prestasi bahkan hingga di bangku kuliah. Mengukir prestasi tidak selesai di bangku kuliah. Berbekal rasa percaya diri dan semangatnya yang luar biasa, sebagai dosen banyak prestasi yang juga sudah diukirnya. Penghargaan dosen teladan, dosen teraktif, dan dosen berprestasi berkali-kali diraihnya.
Jalan panjang yang diukirnya dengan berbagai prestasi tentu bukan tanpa halangan. Sebagai anak yang memiliki keterbatasan, tentu menjadi challenge tersendiri melalui masa bersekolah di lingkungan di mana anak-anak lain sebayanya yang tidak memiliki kekurangan fisik dan dengan sistem pendidikan dan fasilitas yang belum disable-friendly.
“Kalau seperti aku difabelnya masih gak begitu masalah, cuma gak bisa ikut olah raga dan mungkin ikut upacara saja tapi bagi yang difabel tuna netra atau bisu tuli?, pendidikan di sekolah normal belum mengakomodir “. Ungkapnya. Tampaknya halangan yang paling besar adalah fasilitas, terutama dalam hal aksesabilitasnya.
Pun tidak semua sekolah mau mengakomodir anak-anak disable. Stigma anak dengan disabilitas atau difabe bersekolah di sekolah khusus seolah menutup pintu baginya, Namun kemauan kerasnya untuk bisa sekolah akhirnya diperjuangkan oleh orang tuanya. Kegigihannya sendiri dan dukungan orangtua yang membuat Anni kecil bisa menyelesaikan pendidikan dasar, menengah pertama, hingga menengah di sekolah biasa.
Banyak anak atau mahasiswa difabel yang awalnya semangat di sekolah atau kampus tertentu. Sayangnya, fasilitas yang tidak mendukung sering membuat semangat mereka mengendur. Bayangkan jika seorang difabel dengan tongkat atau kursi roda harus kuliah di ruangan lantai tiga suatu kampus karena tidak tersedia lift. Jika bisa menggunakan tongkat, seperti saat Anni kuliah dulu, mungkin masih bisa dijalani. Namun difabel dengan kondisi yang sama sekali tidak bisa menggunakan tongkat dan harus berjaland engan kursi roda tentu tak berkesempatan menjalani pendidikan karena fasilitas yang tidak mendukung.
Anni mengatakan bahwa saat ini sebetulnya kesetaraan di dunia pendidikan itu sudah meningkat meskipun fasilitas masih kurang mendukung. Dukungan fasilitas bagi disable person harus lebih ditingkatkan. Bukan apa-apa, fasilitas yang layak hakikatnya membantu mereka menjadi mandiri, pun sesungguhnya mereka pasti ingin mandiri dalam keterbatasannya. Bagaimana mereka bisa mandiri kalau fasilitas tidak mendukung kemandirian mereka.
Namun demikian, kondisi ini tidak boleh menjadi halangan dan menyurutkan semangat para penyandang disablitas. Pandangan sebelah mata, kepedulian masyarakat yang rendah, perlakuan diskriminatif tampaknya hal yang harus siap-siap dihadapi kaum difabel. Kesadaran masyarakat tentang hal ini memang masih rendah.
Tanpa sadar kita mungkin turut berkontribusi dalam perlakuan diskriminatif sejenis. Masyarakat umumnya masih memandang para difabel sebagai penghuni panti, YPAC, beban masyarakat dan sejenisnya. Hmm…Yuk luruskan pandangan tentang hal ini.
Anni menyatakan bahwa para difabel tidak boleh mudah putus asa, harus selalu semangat , dan membuktikan diri dengan kerja keras. Tak lupa, bersyukur. Anni menegaskan keterbatasan tidak boleh menjadi alasan untuk meminta belas kasihan orang lain. Fakta yang masih banyak kita temukan di lapangan. Anni merasa perlu melecut sesama penyandang disabilitas untuk selalu bangkit dan tidak terpuruk. Mereka harus menunjuukan bahwa keterbatasan bukan halangan untuk menjadi pribadi yang berprestasi.
Prinsip Anni yang selalu optimis dan semangat perlu ditiru dan menjadi inspirasi bahkan oleh kitas emua. “Kalau saya, selalu optimis dan semangat. Karena bagi saya, hidup ini harus bermanfaat dan selalu berusaha untuk tidak menjadi beban bagi orang lain. Juga, smile, and the world will smile with you.” Optimis, Semangat, Bermanfaat, dan Tidak Menjadi Beban, prinsip yang sangat dipegang Anni. Prinsip yang harusnya menjadi pegangan kita semua untuk tetap semangat menjalani hari-hari.
Jadi, kamu masih bisa mengeluh? Hmm .. yuuk ah kita semangat, optimis, berbagi manfaat, dan tidak lupa bersyukur!(oz)
Leave a Reply