Promosi Kesehatan Rumah Sakit Dari Peraturan Ke Implementasi Pada Rumah Sakit di Indonesia
Health Promoting Hospital atau yang dikenal dalam bahasa Indonesia sebagai Promosi Kesehatan Rumah Sakit disingkat PKRS merupakan salah satu pelayanan dari rumah sakit untuk meningkatkan kemampuan dokter, perawat, pasien, klien dan kelompok-kelompok masyarakat, agar pasien dapat mandiri dalam mempercepat kesembuhan dan rehabilitasinya.
Pasien, klien, maupun kelompok-kelompok masyarakat, diharapkan dapat mandiri dalam meningkatkan kesehatan, mencegah masalah-masalah kesehatan, dan mengembangkan upaya kesehatan bersumber daya masyarakat, melalui pembelajaran dari, oleh, untuk, dan bersama mereka, sesuai dengan sosial budaya, serta didukung kebijakan publik yang berwawasan kesehatan.
Promosi Kesehatan Rumah Sakit diatur oleh UU. No. 44 Tahun 2009, namun banyak masyarakat tidak mengetahui tentang UU. No. 44 tahun 2009 dan banyak rumah sakit belum sepenuhnya mengaplikasikannya. Oleh karena itu, Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Prof.Hamka mengadakan seminar tentang “Health Promoting Hospital: From Policy to Action” agar memahami dan melaksanakan maksud dari UU. No. 44 Tahun 2009.
Seminar yang diadakan pada tanggal 1 Agustus 2016 di gedung Auditorium Lt.6 Universitas Muhammadiyah Prof.Hamka, Jakarta Timur dihadiri oleh praktisi-praktisi kesehatan baik pemerintah, rumah sakit hingga universitas dalam dan luar negeri, seperti dr. Bambang Wibowo, Sp.OG(K), MARS (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia), Prof dr Hadi Pratomo (Advisor to the Health Promoting Hospital Network and Member of Expert Committee the Indonesian of Health Promotion Society), dr Suherman, MKes (Chairman of IHPH Network and Former Director of Syamsoedin Hospital), dr Dessita Dyah Mukti, MSc (Head of Health Promotion of PKU Muhammadiyah Yogyakarta Hospital), Prof. Hiroshi Nishino (Jichi Medical University), dan Dr. Ming-Nan Lin (Hospital in Health Care System in Taiwan).
Promosi Kesehatan Rumah sakit di Indonesia sendiri mengacu pada WHO Ottawa Charter. Adapun pemerintah Indonesia, mengadaptasi sistem tersebut dan diselenggarakan sejak tahun 1994 dengan nama Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS). Seiring perkembangannya pada tahun 2003, isitilah PKMRS berubah menjadi Promosi Kesehatan Rumah Sakit (PKRS).
Berikut adalah 6 standar Promosi Kesehatan Rumah Sakit yang telah ditetapkan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
1. Kebijakan manajemen.
Organisasi rumah sakit harus memiliki kebijakan tertulis untuk PKRS. Kebijakan ini diimplementasikan sebagai bagian dari peningkatan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat rumah sakit secara keseluruhan.
2. Kajian kebutuhan Masyarakat Rumah Sakit.
Rumah Sakit melakukan kajian kebutuhan Promosi Kesehatan untuk pasien, keluarga pasien, pengunjung rumah sakit dan masyarakat sekitar rumah sakit.
3. Pemberdayaan Masyarakat Rumah Sakit.
Rumah Sakit menjamin adanya upaya pemberdayaan masyarakat yang merupakan salah satu program melalui kegiatan Promosi Kesehatan di Rumah Sakit.
4. Rumah sakit melaksanakan bina suasana untuk mendukung kegiatan pemberdayaan.
Rumah Sakit menjamin tempat kerja yang aman, bersih dan sehat. Oleh karena itu Rumah Sakit memastikan upaya-upaya yang menyangkut kebersihan dan kelengkapan sarana prasarana yang ada untuk melaksanakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
5. Kemitraan.
Rumah Sakit menggalang kemitraan dengan sektor lain, dunia usaha dan swasta lainnya dalam upaya meningkatkan pelaksanaan PKRS.
6. Rumah Sakit yang mewujudkan tempat kerja sehat.
Rumah Sakit mewujudkan lingkungan tempat kerja/pelayanan yang aman, bersih dan sehat, serta menjamin kecukupan sarana dan prasarana untuk berperilaku hidup bersih dan sehat.
Dari ke 6 standar ini, menurut dr. Suherman Mkes, Rs. Syamsuddin, SH di Sukabumi mampu memenuhi standar tersebut dan juga memenuhi standar PKRS dari WHO, sehingga Rs. Syamsuddin, SH menjadi percontohan Rumah Sakit yang telah menerapkan PKRS.
Walaupun pelaksanaan PKRS berhasil dilakukan di Rs. Syamsuddin, SH namun belum sepenuhnya berhasil untuk rumah sakit lain dengan tipe B, C dan D serta belum memberikan hasil yang maksimal. Hal ini disebabkan karena Direktur Rumah Sakit yang kurang berkomitmen terhadap PKRS, selain itu PKRS tidak dijadikan sebagai kebijakan rumah sakit dalam memberikan pelayanan kesehatan.
Rumah sakit tidak memberikan hak pasien untuk mendapat informasi tentang pencegahan dan pengobatan yang berhubungan dengan penyakitnya, rumah sakit yang belum mewujudkan tempat kerja yang aman, bersih dan sehat serta rumah sakit kurang menggalang kemitraan untuk meningkatkan pelayanan bersifat preventif dan promotif.
Dibandingkan dengan Taiwan, PKRS Taiwan telah diterapkan kira-kira di 200 Rumah Sakit, sedangkan di Indonesia baru sekitar 20 rumah sakit dari 2000 rumah sakit yang menerapkan PKRS.
Oleh karena itu, diperlukan dukungan tidak hanya dari pemerintah namun juga rumah sakit dan masyarakat agar terciptanya masyarakat rumah sakit yang menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat melalui perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku pasien rumah sakit serta pemelihara lingkungan rumah sakit dan termanfaatkannya dengan baik semua pelayanan yang disediakan Rumah Sakit.
Leave a Reply