Seminar Nasional Hakteknas 2023, Menteri PPPA Gaungkan Kepemimpinan Perempuan
Jakarta (8/8) – Kepemimpinan perempuan yang berperspektif gender dan peduli hak anak harus tumbuh di berbagai bidang dan didukung oleh semua pihak. Menurut Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga hingga saat ini perempuan di lembaga-lembaga pengambil kebijakan publik jumlahnya masih sedikit.
“Minimnya posisi perempuan dalam jajaran pengambil atau pembuat keputusan dalam lembaga publik berpengaruh pada upaya pengarusutamaan gender dalam pembangunan,” ujar Menteri PPPA saat mengisi Seminar Nasional “Inovasi Kepemimpinan Perempuan di Sektor Pendidikan di Daerah”, yang digelar Badan Riset dan Inovasi (BRIN) dalam rangka Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas) 2023, Selasa (8/8).
Menteri PPPA menuturkan perempuan harus berada dalam ruang pengambilan keputusan, memiliki akses untuk terlibat dan ikut serta mulai dari perencanaan sampai pelaksanaan kebijakan, program, dan anggaran serta melakukan kontrol terhadap implementasinya. Menteri PPPA menjelaskan bahwa meskipun persentase keterwakilan perempuan di lembaga legislatif mengalami kenaikan setiap periode, namun upaya afirmatif kuota 30 persen perempuan di parlemen masih belum terpenuhi sesuai amanat undang-undang.
Dalam posisi jabatan eksekutif, saat ini hanya ada 24 daerah yang dipimpin oleh Kepala Daerah Perempuan atau sekitar 4% dari total daerah di Indonesia. Di tingkat desa, persentase-nya juga masih sedikit, yaitu hanya 5% desa yang dipimpin oleh Kepala Desa Perempuan. Menteri PPPA menjelaskan bahwa kepemimpinan perempuan memberikan nuansa yang berbeda dengan kepemimpinan laki-laki pada umumnya karena sifat lebih empati, lebih detil, dan memiliki sudut pandang yang berbeda dalam penanganan masalah. Menteri PPPA menambahkan bahwa ada banyak pemimpin perempuan yang berkompetensi sama atau bahkan melebihi laki-laki, namun hanya memiliki sedikit kesempatan.
“Saat perempuan memiliki kesempatan yang sama untuk aktif secara politik dan membuat berbagai keputusan dan kebijakan, maka akan muncul kebijakan-kebijakan dan program-program yang lebih representatif dan inklusif,” tutur Menteri PPPA.
Menteri PPPA memaparkan persentase PNS perempuan yang menduduki posisi sebagai pejabat Pimpinan Tinggi/JPT Utama hanya 14,3%, sedangkan laki-laki sebesar 85,7%. Berbanding terbalik untuk jabatan fungsional (JF), terutama beberapa jenis fungsional seperti fungsional guru dan medis. JF medis untuk perempuan persentasenya cukup tinggi yaitu sebesar 80%. Jika melihat pada tingkat pendidikan, persentase PNS perempuan pada tingkat pendidikan S1 saat ini lebih tinggi yakni 57,7%, sedangkan laki-laki berada di 42,3%. Ibu Menteri menyampaikan bahwa jenjang Pendidikan akan berpengaruh besar terhadap karir profesional pegawai perempuan.
“Keberadaan pemimpin perempuan dalam jabatan publik baik dalam jabatan birokrasi maupun jabatan politik juga perlu ditingkatkan. Kepemimpinan perempuan di sektor publik memberikan nuansa kepemimpinan yang berbeda dengan kepemimpinan laki-laki seperti lebih empati, lebih detail, dan memiliki pandangan yang berbeda dengan laki-laki tentang urgensi dan solusi suatu permasalahan,” jelas Menteri PPPA.
Dalam menghadapi tantangan global diperlukan kepemimpinan perempuan yang visioner, inovatif, kemampuan manajemen yang baik, kemampuan kerja tim yang baik, percaya diri, tangguh, kuat, dan berperspektif gender. Oleh karena itu, kepemimpinan perempuan menurut Menteri PPPA perlu terus digaungkan dan digelorakan dengan cara memposisikan perempuan sebagai subjek pembangunan dan meminimalkan faktor kendala yang dihadapi perempuan.
Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko sepakat jika peran dan keterlibatan perempuan yang meningkat dalam pembangunan akan mendukung kemajuan bangsa, termasuk di sektor teknologi dan pendidikan. Menurut Laksana, rasio periset dan civitas perempuan di BRIN cukup tinggi yang angkanya secara total sekitar 40% dan diharapkan akan terus meningkat. Minat perempuan dalam sektor riset dan inovasi teknologi juga dinilai meningkat yang ditandai lebih dari 50% periset baru dari kelompok perempuan.
“Inovasi di sektor pendidikan harus dipimpin oleh perempuan, karena secara budaya pendidikan dimulai dari ibu, dan pengelolaan rumah tangga serta pendidikan anak masih didominasi atau pengaruh ibu sangat besar. Saya berharap BRIN bisa turut memberikan sumbangsih dalam meningkatkan peranan perempuan tidak hanya di dalam pendidikan namun juga mewujudkan ekosistem riset yang lebih baik,” jelas Laksana.
Dalam seminar tersebut, Menteri PPPA didampingi oleh Deputi Bidang Kesetaraan Gender KemenPPPA, Lenny N. Rosalin, yang juga hadir sebagai Ketua Presidium Ikatan Pimpinan Tinggi Perempuan Indonesia (PIMTI). PIMTI memiliki program sinergi lintas Kementerian/Lembaga di tingkat pusat dan daerah yang ditujukan untuk memberdayakan perempuan Indonesia di berbagai bidang pembangunan.
Leave a Reply