Kenalkan Permainan Tradisional pada Anak
Terbentang dari Sabang sampai Merauke, Indonesia kaya dengan budaya. Setiap daerah– bahkan sampai lingkup kabupaten–memiliki khasanah budaya, adat istiadat, dan kebiasaan yang khas.
Selain adat dan bahasa, setiap daerah di Indonesia rupanya membudayakan permainan tradisional. Permainan tradisional biasanya diperkenalkan secara turun-temurun dan dijadikan hiburan baik untuk anak maupun orang dewasa. Sebut saja gobak sodor, enggrang, dan dakon dari Yogyakarta, lompat tali dari Sulawesi, congklak dari wilayah berkultur Sunda.
Anak yang lahir di era 90-an mungkin masih menjumpai permainan enggrang, petak umpet, atau gundu. Tetapi, mereka yang lahir di era 2000-an, terutama yang tinggal di perkotaan, kemungkinan besar sudah jarang menemui permainan tradisional semacam itu.
Faktor utama tergusurnya permainan tradisional adalah teknologi. Permainan-permainan canggih berangsur menggantikan permainan tradisional, semakin cepat ketika ponsel pintar semakin terjangkau segala lapisan masyarakat. Seluruh sendi kehidupan berubah oleh kehadiran si kecil nan pintar ini.
Ponsel pintar merevolusi cara orang melakukan permainan. Tak perlu lagi pergi ke lapangan, tak perlu juga menunggu kedatangan kawan-kawan. Tinggal download permainan yang diinginkan, kemudian bisa bermain sepuasnya. Dengan semakin mudahnya mengakses permainan, anak-anak bisa seharian berada di depan smartphone.
Hal yang berlebihan tentu berdampak buruk–secara fisik maupun psikis, begitu juga games digital bagi anak-anak. Terlalu lama bermain games smartphone membuat mata cepat lelah. Bahkan, jika dibiarkan berjam-jam dalam sehari memandangi monitor ponsel, indera penglihatan anak bisa terganggu di saat umur mereka masih belia.
Hambatan fisik membuat anak kesulitan meningkatkan produktivitas, misalnya dalam hal belajar atau berolah raga. Terlalu fokus bermain game di ponsel juga bisa membuat anak tak acuh dengan lingkungan dan kurang bergaul, yang bisa menghambat kedewasaan sosialnya.
Yang sudah terjadi saat ini, permainan tradisional semakin terancam punah karena tak ada lagi bocah yang memainkannya. Pertanyaan yang lalu mengemuka, “Emang apa pentingnya permainan tradisonal?” Toh, tidak masalah juga seandainya permainan semacam petak umpet itu tidak ada lagi.
Memang semua jawaban kembali ke setiap individu. Namun, relakah kita jika unsur-unsur tradisi asli Indonesia tergerus permainan berbasis teknologi. Sudah selayaknya kita peduli dengan permainan yang bisa membuat anak-anak tertawa, berlarian riang, bertegur sapa dengan kawannya, sekaligus belajar nilai-nilai kebajikan.
Permainan tradisional adalah warisan budaya non bendawi bangsa Indonesia. Orang tua bisa mengimbangi permainan berbasis teknologi dengan memperkenalkan anak pada permainan tradisional. Jika dibutuhkan, buat saja jadwal untuk mengajak anak mengunjungi objek wisata yang menawarkan hiburan berupa permainan tradisional dan tradisi lokal. Kepedulian sederhana pada tingkat individu semacam inilah yang berperan penting dalam pelestarian tradisi.
Namun, pelestarian tradisi tidak mungkin diserahkan sepenuhnya kepada masyarakat. Pemerintah juga selayaknya ikut andil dalam menjaga warisan budaya. Langkah yang bisa diambil adalah menggandeng komunitas tradisi, yang biasanya masih dipertahankan sebisanya oleh kelompok-kelompok kecil di masyarakat yang tinggal di pinggiran. Sekecil apapun, dukungan moral maupun materi dari pemerintah begitu berharga bagi kelompok-kelompok pelestari tradisi. (as)
Leave a Reply