Webinar “Peluncuran Kertas Kebijakan Inklusi Keuangan Digital Perempuan Disabilitas di Indonesia Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia.”
Kehadiran financial technology sebagai inovasi teknologi memberikan solusi bagi perempuan penyandang disabilitas dalam mengakses layanan transaksi keuangan secara digital. Namun, masalah seperti minimnya kepemilikan perangkat untuk mengakses layanan keuangan digital, minimnya literasi keuangan digital yang dapat diakses oleh perempuan penyandang disabilitas, serta minimnya pemahaman masyarakat tentang isu transaksi keuangan digital yang terkait dengan disabilitas menjadi hal yang masih perlu diperhatikan.
Sejalan dengan itu, Program Inklusi Keuangan Digital Perempuan Disabilitas yang diusung oleh Himpunan Wanita Disabilitaa Indonesia (HWDI) menjadi salah satu upaya awal yang didukung oleh Koalisi Women’s Digital Financial Inclusion (WDFI) untuk membantu perempuan disabilitas dalam meningkatkan pemahaman dan keterampilan dalam mengakses layanan keuangan digital dan penggunaan platform aplikasi keuangan. Untuk mencapai tujuan tersebut, HWDI melibatkan perempuan disabilitas dari 32 provinsi di Indonesia dan sejumlah pemangku kepentingan dalam menyusun Kertas Kebijakan berjudul Inklusi Keuangan Digital Perempuan Disabilitas di Indonesia.
HWDI meluncurkan Kertas Kebijakan Inklusi Keuangan Digital Perempuan Disabilitas di Indonesia pada acara perayaan Hari Perempuan Internasional dengan tema DigitALL: Innovation &Technology for Gender Equality pada 24 Maret 2023 di Jakarta.
Eko Novi, selaku Asisten Deputi Pengarusutamaan Gender Bidang Ekonomi, hadir dalam acara tersebut sebagai narasumber. Kehadiran Eko Novi mewakili Deputi Bidang Kesetaraan Gender Kemen PPPA, Lenny N. Rosalin. Eko Novi menyampaikan materi terkait Tantangan dan Peluang Strategi Keuangan Inklusif Digital Perempuan.
Dalam paparannya, Eko Novi menjelaskan bahwa masih terjadi kesenjangan gender dalam hal TIK dan literasi digital. Literasi keuangan, atau pengetahuan dan kemampuan yang terkait dengan pengambilan keputusan dan manajemen keuangan menunjukkan kesenjangan antara perempuan dan laki-laki, yaitu 36,13% berbanding 39,94%.
Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi masalah tersebut antara lain diterbitkannya Perpres No. 82/2016 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI) pada tahun 2016. Pada tahun 2020 diperbaharui dengan Perpres No. 114/2020 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif. SNKI telah memuat kelompok perempuan sebagai salah satu segmen prioritasnya.
Keuangan inklusif merujuk pada situasi dimana seluruh individu dalam masyarakat mempunyai akses ke berbagai layanan keuangan resmi yang bermutu, tepat waktu, lancar, aman, dan terjangkau sesuai kebutuhan dan kemampuan mereka. Tujuannya adalah untuk mendorong sistem keuangan yang inklusif, efisien, dan stabil, sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi, mengurangi kemiskinan dan kesenjangan sosial serta regional, dan mendukung kesejahteraan bersama.
Pengembangan sistem keuangan inklusif sangat penting untuk menjamin bahwa seluruh anggota masyarakat, termasuk mereka yang tinggal di daerah terpencil atau yang kurang mampu secara finansial, dapat memperoleh akses ke layanan keuangan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan mereka. Dengan memastikan akses ke layanan keuangan yang bermutu dan terjangkau, keuangan inklusif juga dapat membantu mengurangi ketimpangan ekonomi dan meningkatkan stabilitas ekonomi secara keseluruhan.
Keuangan inklusif juga dapat memainkan peran penting dalam membantu individu dan keluarga miskin memperbaiki kondisi finansial mereka, serta membantu mereka mengelola risiko dan membangun tabungan yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan di masa depan. Dengan mengurangi kesenjangan finansial di dalam masyarakat, keuangan inklusif juga dapat membantu memperkuat rasa solidaritas dan kebersamaan di antara anggota masyarakat yang bberbeda.
Pada tahun 2020, telah dikembangkan Strategi Nasional Keuangan Inklusif Perempuan (SNKIP). Hadirnya SNKIP menajamkan bahwa perempuan dari berbagai kelompok, termasuk kelompok disabilitas turut didorong untuk dapat mengakses keuangan inklusif dan literasi digital serta memanfaatkan produk/layanan keuangan.
Dalam acara yang berlangsung secara daring tersebut, narasumber lain yang turut hadir yaitu Maliki, ST, MSIE, Ph.D (Direktur Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat BAPPENAS) dan Chandra Sugarda, Penulis Kertas Kebijakan Inklusi Keuangan Digital Perempuan Disabilitas di Indonesia Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia.
Melalui webinar tersebut, harapannya adalah agar sektor perbankan, termasuk swasta dan BUMN, serta institusi keuangan lainnya dapat mengembangkan layanan keuangan digital inklusif bagi penyandang disabilitas. Selain itu, diharapkan para pembuat kebijakan, penyedia layanan, dan pengembang aplikasi atau perangkat lunak layanan keuangan digital, serta institusi penegak hukum dan pelayanan, dapat memberikan dukungan penuh untuk memperkuat program literasi dan inklusi yang fokus pada penyandang disabilitas, terutama perempuan penyandang disabilitas. Hal ini juga mencakup penyediaan infrastruktur teknologi informasi yang membantu penyandang disabilitas dalam mengakses titik layanan keuangan yang ramah disabilitas sebagai konsumen maupun pelaku usaha.
Dengan demikian, diharapkan program ini dapat memberikan dukungan bagi perempuan penyandang disabilitas dalam memahami dan mengakses layanan keuangan digital, serta meningkatkan kesadaran masyarakat tentang isu transaksi keuangan digital yang terkait dengan disabilitas.
Meskipun demikian, keberhasilan program ini tetap tergantung pada kesadaran dan dukungan dari berbagai pihak, baik dari pembuat kebijakan maupun penyedia platform digital. Oleh karena itu, diperlukan kolaborasi dan sinergi antara pemangku kepentingan untuk memastikan bahwa perempuan penyandang disabilitas juga dapat merasakan manfaat dari kemajuan teknologi keuangan yang semakin pesat.
Leave a Reply