Internet di Tangan Ibu Bagai Belati Bermata Dua
Perkembangan teknologi informasi pada masa kini memungkinkan kita mengerjakan banyak hal hanya dari rumah. Transfer dari rekening pribadi ke rekening lain bisa dilakukan hanya dari smartphone. Tak hanya ke rekening pribadi, tetapi juga ke rekening pembayaran elektronik di e-commerce. Dengan ponsel, kita bisa memilih barang belanjaan, membayar, sampai menerima barang tersebut tanpa beranjak dari rumah.
Di dunia pendidikan, ada kampus luar negeri yang menerima mahasiswa dari negara lain untuk belajar melalui internet. Pun e-learning atau kursus untuk aneka bidang seperti public speaking, Bahasa Inggris, hingga pendidikan berkelanjutan untuk bidan dan perawat. Berkuliah saat ini bisa dilakukan dari rumah, melalui materi atau video yang bisa diakses para pendaftarnya. Mudahnya lagi, ada kursus yang bisa dijalani via Whatsapp, BBM, Line, atau Skype.
Ditambah dengan aneka informasi yang edukatif dan merangsang produktivitas dan kreativitas, semua hal ini sangat menguntungkan bagi kaum ibu yang sulit mobile dalam kehidupan sehari-hari. Asalkan pandai menggunakan smartphone atau laptop, banyak sekali hal positif yang bisa dilakukannya dari dalam rumahnya sendiri.
Pada 2016, Internet digunakan oleh lebih dari separuh penduduk Indonesia–sebesar 132, 7 juta orang dari 256,2 juta penduduk Indonesia. Hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menunjukkan, dari komposisi pengguna internet Indonesia, profesi ibu rumah tangga mencakup 16,6 persennya atau 22 juta orang, meningkat 8 juta orang dari hasil survei tahun 2014.
Andai internet digunakan untuk hal-hal positif, akan ada banyak hal baik yang bisa “ditularkan” dari satu ibu rumah tangga kepada yang lainnya. Penulis berteman dengan banyak ibu rumah tangga pengguna internet. Selain saling membagikan hal positif seperti informasi, ada hal-hal positif lain yang bisa dilakukan.
Misalnya ketika seorang selebritas muda menggunakan kata “autis” untuk olok-olok, Andy Hardiyanti menulis di blognya tentang etika seputar penggunaan kata ini, sekaligus mengimbau sang selebritas agar mengoreksi dirinya. Tulisan yang lalu ia bagikan lewat akun media sosial miliknya dan menjadi viral setelah kawan-kawannya turut membagikan tulisan tersebut. Mengharapkan si selebritas muda itu memperbaiki dirinya, saya ikut membagikan tulisan tersebut lewat Twitter dengan me-mention akunnya.
Tak hanya sekali saya melakukan hal serupa itu. Kali lainnya adalah ketika seorang lelaki bunuh diri dan menayangkannya secara live via video Facebook beberapa bulan lalu. Ketika itu, ada program acara infotainment yang mengait-ngaitkannya dengan istri sang pelaku bunuh diri. Tragisnya, acara ini menayangkan foto suami-istri itu dengan hanya memburamkan wajah sang suami, sementara wajah istrinya beserta nama lengkapnya ditayangkan dengan gamblang.
Penulis mengunggah kritik terhadap stasiun televisi dan rumah produksi yang membuat acara itu, tak lupa me-mention akun Twitternya resmi stasiun televisi dan rumah produksi yang bersangkutan. Beberapa kawan, yang juga ibu rumah tangga, membantu menyebarkannya. Harapannya, tayangan itu tidak dibuat lagi sekuelnya.
Hal-hal tersebut hanya contoh kecil yang bisa dilakukan para ibu rumah tangga dalam berinternet. Banyak hal sederhana namun positif lain yang bisa kita lakukan di internet, misalnya mencontohkan sikap santun dalam berinternet agar ditiru oleh anak-anaknya, tidak saling menyerang pendapat yang berbeda, atau menyebarkan ucapan kebencian lewat media sosial.
Setiap pendidikan yang ibu tanamkan kepada anak-anaknya kelak akan berpengaruh bagi masa depan bangsa ini. Anak-anak kita akan meniru hal baik maupun buruk yang kita lakukan, termasuk saat kita berselancar di internet. Jika hal-hal buruk yang ibu lakukan, maka rekam jejaknya lambat laun akan bisa diketahui oleh keluarga maupun anak-anak kita. Internet di tangan ibu bagai belati bermata dua, maka ingatlah untuk selalu menggunakannya untuk kebaikan. (mm)
Leave a Reply