Pemberian Air Susu Ibu dalam Perspektif Undang-Undang

Pemberian Air Susu Ibu dalam Perspektif Undang-Undang

Masa depan suatu bangsa terletak di tangan generasi muda. Generasi muda esok adalah para balita hari ini. Peningkatan kualitas hidup generasi mendatang telah dimulai sejak mereka berada dalam kandungan, masa tumbuh kembang, hingga menapaki usia remaja. Salah satu yang sangat menentukan kualitas sumber daya manusia bangsa ini adalah kecukupan gizi bagi mereka pada masa tumbuh kembangnya.

Sejak bayi hingga menapaki masa tumbuh kembang, Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan dan gizi terbaik bagi anak. Memberi ASI berarti memberikan zat gizi yang bernilai gizi tinggi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan syaraf dan otak, serta memberikan zat-zat kekebalan terhadap beberapa penyakit. Pemberian ASI juga mewujudkan ikatan emosional antara ibu dan bayi.

Mengingat pentingnya ASI bagi kualitas generasi masa depan, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (UU tentang Kesehatan) mengatur tentang hak mendapatkan ASI ekslusif bagi bayi selama enam bulan, kecuali atas indikasi medis. Pasal 128 UU tentang Kesehatan menyebutkan:

  • Setiap bayi berhak mendapatkan air susu ibu eksklusif sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan, kecuali atas indikasi medis.
  • Selama pemberian air susu ibu, pihak keluarga, Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat harus mendukung ibu bayi secara penuh dengan penyediaan waktu dan fasilitas khusus.
  • Penyediaan fasilitas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diadakan di tempat kerja dan tempat sarana umum.

ASI ekslusif adalah pemberian hanya air susu ibu selama 6 bulan kepada bayi dan dapat terus dilanjutkan sampai dengan 2 (dua) tahun dengan memberikan makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI) sebagai tambahan makanan sesuai dengan kebutuhan bayi.

Pemberian ASI eksklusif terbukti memberikan dampak positif baik bagi anak maupun bagi ibu menyusui sendiri. Bahkan menyusui meningkatkan kualitas hidup ibu, yakni mengurangi resiko kanker payudara, kanker rahim, diabetes, osteoporosis, dan overwight, mengurangi kegelisahan dan stress, serta merupakan KB alami.

Berdasarkan hasil penelitian di banyak Negara, resiko kanker payudara lebih rendah pada ibu menyusui. Menyusui akan menurunkan 25% – 30% resiko kanker payudara. Dalam ASI adanya zat Mediator “Innate Immune System” termasuk defensin, cathelicidins dan TLRs (toll-like receptors). Innate Immune System suatu zat kompleks dalam ASI yang memberikan perlindungan jaringan payudara ibu terhadap kanker.

Pasal 128 ayat (1) secara jelas menyatakan hak bayi untuk mendapatkan ASI secara ekslusif selama 6 bulan. Hanya saja, adanya pengecualian pemberian ASI ekslusif, yakni atas indikasi medis membuat rancu ketentuan ini.

Penjelasan pasal 128 ayat (1) atas “indikasi medis” dalam ketentuan ini adalah ’kondisi kesehatan ibu yang tidak memungkinkan memberikan air susu ibu berdasarkan indikasi medis yang ditetapkan oleh tenaga medis”.

Dari berbagai hasil penelitian, tidak ada kondisi kesehatan ibu yang menghalangi pemberian ASI apabila sang Ibu telah memiliki komitmen untuk memberi ASInya secara ekslusif. Ketentuan ini terkesan menjadi ”pasal karet” terlebih indikasi medis tersebut ditetapkan oleh tenaga medis.

Ketentuan pengecualian tersebut juga menyebabkan ketentuan pidana terkait pelanggaran atas program pemberian ASI ekslusif sebagaimana tertuang dalam Pasal 200 UU tentang Kesehatan menjadi lumpuh.

Jika ada oknum yang berusaha menghalangi pemberian ASI dapat mendalihkan indikasi medis sebagai alasan. Sepanjang ada penetapan dari tenaga medis atas adanya indikasi medis tersebut maka dengan mudahnya hak bayi akan ASI ekslusif bisa digagalkan.

Pada tahun 2012, diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2012 tentang Pemberian ASI Ekslusif. Dalam Pasal 7 Peraturan Pemerintah yang merupakan peraturan pelaksana dari UU tentang Kesehatan tersebut diatur lebih jauh pengecualian pemberian ASI yakni jika terdapat indikasi medis, ibu tidak ada; atau ibu terpisah dari Bayi.

Selanjutnya dalam Pasal 8 disebutkan bahwa penentuan indikasi medis dilakukan oleh dokter. Dalam menentukan indikasi medis tersebut Dokter harus sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan, dan standar prosedur operasional. Dalam hal di daerah tertentu tidak terdapat dokter, penentuan ada atau tidaknya indikasi medis dapat dilakukan oleh bidan atau perawat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Nampaknya peran strategis tenaga medis sangat menentukan dalam kesuksesan pemberian ASI ekslusif.

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya pemberian ASI sangat penting bagi tumbuh kembang yang optimal baik fisik, mental, maupun kecerdasan anak. Fakta ini menunut pelaksanaan pemberian ASI dilakukan dengan benar. Bebrapa faktor keberhasilan dalam menyusui antara lain dengan menyusui secara dini dengan posisi yang benar, teratur dan eksklusif.

Tidak hanya Ibu dan tenaga medis, keberhasilan pemberian ASI harus didukung oleh pihak keluar, terutama Ayah bayi. Selain itu pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat harus mendukung ibu bayi secara penuh dengan penyediaan waktu dan fasilitas khusus baik diadakan di tempat kerja maupun tempat sarana umum.

Pengaturan lebih lanjut terkait tanggung jawab dan peran pemerintah, pemerintah daerah, maupun masyarakat secara umum termasuk perusahaan/pemberi kerja dalam mensukseskan pemberian ASI juga diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2012.

Lengkapnya kerangka legislasi dalam mensupport pelaksanaan pemberian ASI eksklusif tetap harus didukung dengan ketaatan dalam implementasinya. Untuk Indonesia yang lebih baik, mari dukung pemberian ASI eksklusif bagi seluruh bayi Indonesia. ASI yang merupakan hak mereka untuk pemenuhan gizi terbaik.(oz)

Share this post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *