TIGA UPAYA HINDARI KEKERASAN TERHADAP ANAK

TIGA UPAYA HINDARI KEKERASAN TERHADAP ANAK

Raihana Nadra Alkaff

Kasus kekerasan terhadap anak, tidak bisa dipungkiri dari hari ke hari semakin mengkhawatirkan. Sebut saja kasus kekerasan seksual di salah satu sekolah swasta terkenal yang cukup menghebohkan dan baru-baru ini kasus Engeline, kisah anak angkat yang terbunuh. Kasus-kasus tersebut tentunya menggugah masyarakat selain menunjukkan keprihatinan, juga keinginan untuk ikut serta mencegah berulangnya kasus-kasus tersebut yang tentunya sesuai dengan kapasitas dan kemampuan yang dimiliki.

Apa saja yang bisa dilakukan masyarakat dalam menghadapi masalah kekerasan terhadap anak? Pertama, masyarakat harus tahu apa yang dimaksud dengan kekerasan terhadap anak, peran dan tanggung jawab sebagai masyarakat, membentuk sistem proteksi di masyarakat untuk mencegah terjadinya kekerasan terhadap anak, dan jika yang terburuk terjadi, melihat terjadinya kekerasan, langkah-langkah yang harus segera dilakukan.

Pertama, Kekerasan adalah setiap perbuatan terhadap anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, mental, seksual, psikologis, termasuk penelantaran dan perlakuan buruk yang mengancam integritas tubuh dan merendahkan martabat anak (pasal 1 ayat 4 Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2010). Anak yang dimaksud adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun (pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak).

Bentuk kekerasan terhadap anak yang dimaksud adalah secara fisik, psikis, seksual, penelantaran dan eksploitasi. Kekerasan fisik seperti perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat,. Kekerasan psikis yaitu perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada anak. Kekerasan seksual meliputi pemaksaan hubungan seksual, mengancam, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan dan membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukannya perbuatan cabul.

Penelantaran terhadap anak antara lain, tindakan yang mengakibatkan tidak terpenuhinya kebutuhan anak secara wajar, baik fisik, mental, spiritual maupun sosial termasuk tindakan mengabaikan dengan sengaja untuk memelihara, merawat, atau mengurus anak sebagaimana mestinya. Eksploitasi adalah tindakan dengan atau tanpa persetujuan anak yang meliputi kerja, pemanfaatan fisik, seksual seperti pelacuran, transplatasi organ oleh pihak lain untuk mendapatkan keuntungan baik materil maupun immaterial.

Selanjutnya setelah mengenali kekerasan terhadap anak, yang kita harus lakukan adalah tindakan pencegahan. Tindakan pencegahan dimulai dari diri sendiri, keluarga kita sendiri dan kemudian masyarakat sekitar kita. Kekuatan keluarga sangat penting dalam mencegah kekerasan terhadap anak. Bagaimana keluarga berinteraksi dan berkomunikasi dengan anak adalah hal yang paling penting. Keluarga yang peduli, penuh kasih sayang dan memiliki proteksi terhadap anak adalah dasar dalam membentuk keluarga yang kuat terhadap ancaman kekerasan terhadap anak.

Anak juga harus diajarkan sejak dini tindakan assertif. Assertif adalah sikap/tindakan yang berani mempertahankan/melindungi dirinya dari pengaruh orang lain yang mengancam dirinya, ingin menguasai atau melewati batas pribadinya. Anak harus dikenalkan terhadap bagian-bagian tubuh yang tidak boleh disentuh oleh orang lain selain dirinya sendiri. Anak diajarkan menjadi berani, bersosialisasi namun bisa berkata tidak dan juga belajar menghargai dan dihargai.

Setelah kita membentengi anak dan keluarga kita, yang harus kita lakukan adalah membuat sistem proteksi yang kuat di masyarakat dengan membentuk sistem kewaspadaan terhadap terjadinya kekerasan terhadap anak. Orientasi terhadap kehidupan yang materialistis dan individualis mendorong kepedulian masyarakat menurun. Kewaspadaan hanya terbentuk pada masyarakat yang tahu dan peduli akan kekerasan terhadap anak. Filosofi kekuatan ‘sapu lidi’ sangat tepat jika kita jadikan sebagai sistem kewaspadaan kita. Satu orang tidak berarti namun banyak orang akan membentuk kekuatan yang besar sehingga bisa memproteksi kekerasan terhadap anak.

Namun, jika terjadi kekerasan terhadap anak, langkah yang harus dilakukan adalah

Melaporkan ke :

Bagian Pengaduan Masyarakat Biro Hukum dan Humas

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

Jl. Medan Merdeka Barat No.15 Jakarta Pusat

Telp. (021) 3517038/082125751234

Email: [email protected]

Atau

Badan/Biro Pemberdayaan Perempuan, Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A), Unit Pelayanan Perempuan dan Anak di Kepolisian dan LSM/LBH di provinsi/kabupaten/kota, di seluruh Indonesia.

Hal yang dilakukan setelah pelaporan adalah:

Klarifikasi dengan pihak pelapor dan terlapor guna mencari kebenaran obyektif/materil
Identifikasi kasus
Koordinasi dengan pihak terkait
Rekomendasi pelayanan lanjutan
Konsultasi hukum
Memfasilitasi mediasi dan gelar kasus
Judicial Net Working

Share this post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *