Meningkatnya Risiko dan Kekerasan Anak di Ranah Daring

Risiko dan Kekerasan Anak di Ranah Daring

Meningkatnya Risiko dan Kekerasan Anak di Ranah Daring

Davip Arya Bhima (6)
Dita Andriasari (7)

Ringkasan Eksekutif

Perkembangan dunia digital yang semakin pesat, membawa banyak perubahan dan dampak dalam kehidupan sehari-hari tidak terkecuali bagi anak, harus dijamin pemenuhan dan perlindungan haknya. Berbagai permasalahan di dunia digital semakin kompleks yang dapat mengakibatkan bentuk-bentuk kekerasan pada anak di ranah digital seperti di antaranya grooming (bujuk rayu seksual), penyebaran konten pornografi anak, ajakan untuk sexting (mengirimkan gambar yang tidak senonoh), pornografi, adiksi, kasus live streaming sexual abuse, gangguan Kesehatan mental serta bentuk kekerasan lainnya terjadi pada anak-anak kita. Perkembangan terbaru, para pelaku judi online juga mulai mengincar anak-anak lewat mainan.

Policy Brief ini mengungkap permasalahan yang mendalam dari sejumlah temuan penelitian terdahulu terhadap problem kebijakan nasional yang menjadi permasalahan paling krusial dan mendasar yang perlu mendapat perhatian serius khususnya pada perlindungan anak di ranah daring. Perlindungan anak di ranah daring dari kekerasan, eksploitasi, dan perlakuan salah lainnya merupakan salah satu hak dasar anak yang wajib dipenuhi negara.

Untuk mengatasi hal tersebut, Negara berkewajiban untuk memastikan kualitas kebijakan dan permasalahan itu diatasi, baik melalui langkah-langkah koreksi norma-norma hukum atau penyusunan kebijakan yang selaras dan adil. Pemangku kepentingan yang ada di Indonesia perlu melihat pemenuhan hak anak dan perlindungan khusus di dunia digital sebagai hal yang penting untuk diprioritaskan dalam pengembangan kebijakan dan produk-produk digital di Indonesia. Perlu adanya penangan yang segera dan komprehensif, melalui penyusunan kebijakan nasional bersifat lintas K/L dan sektor, terencana, terukur, serta berkesinambungan. Peta jalan perlindungan anak di ranah daring diharapkan mampu menjadi alternatif solusi dan jawaban dari persoalan tersebut karena sifatnya strategis, efisien dan biaya yang diperlukan relatif lebih sedikit. Adapun strategi pelaksanaan dari rekomendasi kebijakan terpilih ini dilakukan dengan menyusun regulasi berupa Rancangan Peraturan Presiden tentang Peta Jalan Perlindungan Anak di Ranah Daring yang  memuat:  a.)  analisa  situasi  pelindungan  anak  di  ranah daring;  b).  arah  kebijakan  dan  strategi  pelindungan  anak  di ranah daring Tahun 2023-2030; dan c). kerangka dan koordinasi kelembagaan lintas sektor guna mewujudkan perlindungan  anak dari segala bentuk kekerasan di ranah daring.

Pendahuluan

Membangun sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing merupakan investasi negara untuk kemajuan bangsa di masa yang akan datang. Visi Indonesia 2045 adalah menjadi negara/bangsa yang berdaulat, maju, adil, dan makmur. Tercatat saat ini terdapat 79,7 juta anak Indonesia (Profil  Anak  Kementerian  PPPA,  2021), jika ingin mencapai Visi tersebut maka kita harus berupaya sekuat tenaga agar anak-anak Indonesia terpenuhi hak dan perlindungannya, kapanpun, dan dimanapun. Konon Indonesia diprediksi akan memperoleh bonus demografi apabila berhasil mempersiapkan generasi muda saat ini untuk menjadi agent of change dengan kualitas yang kompetitif.

Indonesia sebagai negara dengan pengguna media sosial tertinggi di dunia dan Salah satu tantangan besar saat ini adalah memberikan perlindungan kepada anak- anak kita di dunia maya atau di ranah daring. Saat anak berselancar di dunia maya tanpa pengawasan, tanpa kita sadari, kita menempatkan anak berada dalam ruang aman yang semu, anak-anak secara fisik memang berada di rumah bersama orangtua atau orang dewasa, namun aktivitasnya menghabiskan waktu menggunakan internet membuat mereka rentan mengalami eksploitasi dan pelecehan seksual. Risiko grooming (bujuk rayu seksual), penyebaran konten pornografi anak, ajakan untuk sexting (mengirimkan gambar yang tidak senonoh) bahkan kasus live streaming sexual abuse terjadi pada anak-anak kita. Perkembangan terbaru, para pelaku judi online juga mulai mengincar anak-anak lewat mainan. Efek candu judi yang berkedok mainan anak, maka akan melengkapi ancaman terhadap anak-anak yang sudah terlebih dahulu digerus oleh pornografi, pornoaksi, rokok, dan kekerasan. Terdapat setidaknya enam aktivitas yang dapat dikategorikan sebagai jenis kekerasan berbasis online khususnya pada anak- anak dan kelompok rentan lainnya, yakni: pelanggaran privasi, pengawasan, dan pemantauan, perusakan reputasi, online harassment, ancaman dan kekerasan serta community targeting.

Deskripsi Masalah

 Risiko dan Kekerasan Anak di Ranah Daring
Meningkatnya Risiko dan Kekerasan Anak di Ranah Daring

Kasus kekerasan terhadap anak, termasuk kekerasan secara daring, terus menunjukkan tren peningkatan. Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas mengenai penanganan kasus kekerasan terhadap anak pada 9 Januari 2020 menggarisbawahi adanya kenaikan kasus kekerasan terhadap anak secara signifikan. Pada tahun 2015,   tercatat   sebanyak   1.975   kasus   dan   meningkat jumlahnya  menjadi  6.820  kasus  pada  2016.  Kekerasan berbasis online pada anak merupakan isu penting yang harus segera ditangani di Indonesia yang memiliki pengguna internet sebesar 204,7 juta orang.

Kasus kekerasan terhadap anak, termasuk kekerasan secara daring, terus menunjukkan tren peningkatan. Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas mengenai penanganan kasus kekerasan terhadap anak pada 9 Januari 2020 menggarisbawahi adanya kenaikan kasus kekerasan terhadap anak secara signifikan. Pada tahun 2015,   tercatat   sebanyak   1.975   kasus   dan   meningkat jumlahnya  menjadi  6.820  kasus  pada  2016.  Kekerasan berbasis online pada anak merupakan isu penting yang harus segera ditangani di Indonesia yang memiliki pengguna internet sebesar 204,7 juta orang.

Hukum Indonesia tidak memiliki ketentuan yang secara eksplisit yang memaksa penyedia layanan internet menyaring dan/atau memblokir materi pelecehan seksual terhadap anak dan melaporkan perusahaan dan/atau individu yang menyebarkan, memperdagangkan, atau mendistribusikan materi ini. Di sisi lain, penyedia layanan internet lokal wajib memblokir konten negatif termasuk ‘pornografi’ dan berbagi informasi dengan lembaga penegak hukum. Sehingga berdasarkan hal tersebut, perkembangan digital yang begitu cepat membawa perubahan besar yang mengancam pemenuhan dan perlindungan hak anak di ranah daring, penulis mencoba menganalisa lebih dalam, permasalahan yang ada melalui analisa pohon permasalahan.

Penyelesaian kasus kekerasan berbasis online Indonesia masih sangat minim dan penyelesaiannya masih terbatas dengan Undang-undang yang belum bisa mengakomodasi perlindungan terhadap korban. Undang-undang Perlindungan Anak (UUNomor35Tahun2014) dan Peraturan turunannya belum secara spesifik mengatur tentang mekanisme melindungi anak dari eksploitasi seksual anak di dunia maya, cyberbullying, adiksi, gangguan Kesehatan mental, pornografi anak, dan penjualan anak melalui dunia maya. Undang- undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU 12 Tahun 2022) hanya mengatur mengenai tindak pidana kekerasan seksual berbasis elektronik saja. Undang-undang Pornografi (UU Nomor 44 Tahun 2008) hanya mengatur pornografi saja.

Risiko dan Kekerasan Anak di Ranah Daring
Meningkatnya Risiko dan Kekerasan Anak di Ranah Daring

Penelitian Disrupting Harm yang dilakukan oleh UNICEF, Interpol dan ECPAT Indonesia yang baru saja diluncurkan pada akhir bulan September 2022, pasalnya dalam satu tahun terakhir ada dua persen anak-anak pengguna internet berusia 12-17 di Indonesia ditemukan telah menjadi sasaran bentuk nyata eksploitasi dan pelecehan seksual daring. Angka ini sangat mungkin bukan angka yang sebenarnya mengingat topik ini amat sensitif dan traumatis bagi anak. Selanjutnya, dalam laporan tersebut juga ada banyak bukti tentang pembuatan, kepemilikan, dan distribusi materi pelecehan seksual terhadap anak, upaya pencegahannya terbatas, kapasitas investigasi kurang dari kebutuhan, dan hanya sedikit korban anak yang dirawat secara memadai. Eksploitasi dan kejahatan pelecehan seksual anak secara daring juga sering tidak dilaporkan karena ketidaktahuan anak mengenai siapa yang dapat dihubungi atau diajak bicara, rasa bersalah, kekhawatiran tidak akan dimengerti, kekhawatiran akan mendapat masalah, rasa malu, dan kekhawatiran akan menimbulkan masalah bagi keluarga.

Risiko dan Kekerasan Anak di Ranah Daring
Meningkatnya Risiko dan Kekerasan Anak di Ranah Daring

Berdasarkan hasil identifikasi, terdapat beberapa akar permasalahan terjadinya ancaman kekerasan bagi anak di ranah daring, yaitu: 1) minimnya literasi digital; 2) kebijakan yang tidak komprehensif; 3) minimnya kapasitas APH dalam upaya pencegahan dan penanganan; dan 4) mekanisme pelaporan. Akar permasalahan tersebut menimbulkan dampak yang tidak dapat dianggap remeh diantaranya anak mudah terpapar konten negatif dari penggunaan internet serta  dimanfaatkan  bahkan  dieksploitasi pada ranah daring; terjadi kekerasan pada dirinya menyebabkan gangguan kesehatan mental  dan  dampak psikologis lainnya, penarikan diri, dikucilkan dari masyarakat, adanya ancaman kekerasan, pornografi anak, adiksi, penjualan anak secara online, cyber bullying, serta  bentuk-bentuk  kekerasan lainnya; anak tidak tahu bagaimana cara melapor dan menangani apabila terjadi kekerasan; kasus kekerasan pada anak di ranah daring meningkat karena tidak adanya kepastian hukum, dan lain sebagainya.

Hal yang paling penting untuk diselesaikan dari permasalahan tersebut menurut penulis adalah nomor 2) yaitu kebijakan yang tidak komprehensif.Mengapa hal ini terjadi?

Alternatif kebijakan bahwa permasalahan kebijakan yang tidak komprehensif disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: 1) Kebijakan sudah ada namun tidak spesifik yang memberikan perlindungan pada korban khususnya anak; 2) Belum ada kebijakan secara eksplisit yang memaksa penyedia layanan internet menyaring dan/atau memblokir materi pelecehan seksual terhadap anak; 3) minimnya informasi Pemangku Kepentingan yang ramah anak tentang mekanisme atau prosedur pencegahan, dan penanganan; 4) Lemahnya penegakan hukum dalam pencegahan dan penangan kekerasan anak di ranah daring; dan 5) Lemahnya koordinasi K/L dalam pelaksanaan pencegahan dan penangan kekerasan anak di ranah daring.

Akibat dari kebijakan yang kurang komprehensif tersebut juga membawa implikasi yang cukup luas, untuk mengatasi hal tersebut, perlu penangan yang segera dan tepat sasaran oleh Pemerintah, melalui penyusunan kebijakan nasional bersifat lintas K/L dan sektor, terencana, terukur, serta berkesinambungan agar pemenuhan dan perlindungan hak anak di ranah daring terlindungi dari ancaman kekerasan.

Rekomendasi Kebijakan

Kelima alternatif kebijakan ini kemudian dilakukan pembobotan melalui metode survei kecil yang dilakukan kepada 10 (sepuluh) pegawai di Kemen PPPA yang memiliki anak mengenai permasalahan risiko dan kekerasan pada anak di ranah daring dengan kriteria sebagai berikut: a) Data Terpilah Anak Korban Kekerasan di Ranah Daring; b) Mengurangi Angka Kekerasan pada Anak di Ranah Daring; c) Anggaran Responsif Gender yang dimanfaatkan; d) Efektivitas memberikan Jaminan Pemenuhan dan Perlindungan Hak Anak. Dari pembobotan tersebut maka diperoleh hasil bahwa rekomendasi ke-5 yaitu Menyusun kebijakan optimalisasi pencegahan dan penanganan kekerasan anak di ranah daring merupakan rekomendasi yang merupakan hal prioritas yang dapat menyelesaikan secara tepat dan segera karena sifatnya strategis, efisien dan biaya yang diperlukan tidak sebesar rekomendasi yang lain.

Kemudian rekomendasi ini tidak menegasikan rekomendasi lainnya, jika rekomendasi ke-5 sudah berjalan maka hal selanjutnya yang dapat dilakukan yaitu  dibuat  regulasi  untuk memperkuat penegakan hukum, advokasi dan sosialisasi kebijakan bentuknya dapat berupa panduan untuk APH dalam mencagah dan menangani kasus kekerasan anak di ranah daring (rekomendasi 4). Hal ini nantinya juga berkaitan dengan penaganan kasus sehingga alur penganan semakin jelas.

kemudian dapat segera dilakukan pengharmonisasian kebijakan yang ada, mengkompilasi semua kebijakan terkait dan Menyusun daftar inventarisasi masalah yang urgen untuk dilakukan perubahan/pencabutan kebijakan (alternatif 2). Kemudian Langkah terakhir yang dapat dilakukan adalah merevisi kebijakan yang sudah ada dari hasil pengharmonisasian untuk menjadi kebijakan yang lebih komprehensif dalam rangka memberikan pemenuhan dan perlindungan hak anak di ranah daring (alternatif 1) dan yang terakhir adalah advokasi dan sosialisasi secara massif kepada semua pihak termasuk masyarakat (alternatif 3).

Berdasarkan hal tersebut maka pilihan rekomendasi ke-5 sebagaimana  dimaksud diatas merupakan hal prioritas yang harus dilakukan. Adapun strategi pelaksanaan dari rekomendasi kebijakan terpilih ini dapat dilakukan dengan menyusun regulasi berupa Rancangan Peraturan Presiden tentang Peta Jalan Perlindungan   Anak   di   Ranah   Daring   yang   memuat:   a.)   analisa   situasi pelindungan anak di ranah daring; b). arah kebijakan dan strategi pelindungan anak di ranah daring Tahun 2023-2030; dan c). kerangka dan koordinasi kelembagaan lintas sektor guna mewujudkan perlindungan anak dari segala bentuk kekerasan di ranah daring. Adapun rah kebijakan dimaksud dapat berupa:

a. peningkatan kualitas kebijakan dan tata kelola yang komperhensif;

b. peningkatan kualitas penegakan hukum;

c. penyediaan layanan bagi anak;

d. penguatan peran korporasi untuk memastikan perlindungan anak di ranah daring;

e. mendorong pengembangan mekanisme pemberdayaan dan partisipasi masyarakat; dan

f. pengembangan dan pengamanan basis data terpilah untuk keamanan anak di ranah daring.

Daerah dan Mitra Pemerintah Pemerhati Anak. Perlu optimalisasi pencegahan dan penanganan terkait kekerasan pada anak di ranah daring sesuai tugas dan fungsi masing-masing K/L dan Pemda untuk memperkuat implementasi serta dukungan mitra pemerintah terkait perlindungan anak dan teknologi informasi.

Strategi ini nantinya dimaksudkan untuk memberi arah dan langkah-langkah perencanaan dan pelaksanaan bagi Kementerian/Lembaga dan Daerah dalam menyelenggarakan pelindungan anak di ranah daring dengan tetap memperhatikan pemenuhan dan perlindungan hak anak. Dalam pelaksanaannya diperlukan dukungan dan peran serta semua pihak, diperlukan penangan yang segera dan komprehensif, melalui penyusunan kebijakan nasional bersifat lintas K/L dan sektor, terencana, terukur, serta berkesinambungan. Peta jalan perlindungan anak di ranah daring diharapkan mampu menjadi alternatif solusi dan jawaban dari persoalan tersebut. Dengan demikian, Indonesia akan bangkit menjadi negara yang maju dan hebat menuju Indonesia Layak Anak 2030 dan Indonesia Emas 2045.

Salah satu fungsi dari Kemen PPPA yaitu penyedia layanan rujukan akhir bagi perempuan dan anak korban kekerasan hal ini sejalan dengan komitmen pemerintah hadir untuk menciptakan sistem yang ramah bagi seluruh rakyat Indonesia dari segala bentuk kekerasan termasuk anak.

Terkait hal tersebut, sebagai rekomendasi dari permasalahan yang ada, KemenPPPA perlu segera menyusun langkah-langkah strategis dan komprehensif bersama kementerian/lembaga teknis terkait lainnya, mulai dari melakukan kajian, menyusun kebijakan, evaluasi pelaksanaan kebijakan, menyusun indikator dan pedoman yang dibutuhkan, sosialisasi, advokasi, pengawasan, peningkatan kapasitas aparat penegak hukum (APH) dan lembaga layanan serta percepatan penyusunan Peta Jalan Perlindungan Anak di Ranah Daring. Harapannya aturan ini, akan menjadi pedoman seluruh kementerian/lembaga, dunia usaha, akademisi, masyarakat dan seluruh stakeholder dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap anak di ranah daring.

Kesimpulan

Perlindungan anak dari kekerasan, eksploitasi dan perlakuan salah lainnya merupakan salah satu hak dasar anak yang wajib dipenuhi negara, termasuk di ranah daring. Pemangku kepentingan yang ada di Indonesia perlu melihat pemenuhan hak anak dan perlindungan khusus di dunia digital sebagai hal yang penting untuk diprioritaskan dalam pengembangan kebijakan dan produk-produk digital di Indonesia karena perkembangannya yang sangat masif dan cepat.

Melalui kebijakan Rancangan Peraturan Presiden tentang Peta jalan perlindungan Anak di Ranah daring dapat menyelesaikan secara tepat dan segera permasalahan kebijakan yang tidak komprehensif karena sifatnya strategis, efisien dan biaya yang lebih sedikit dengan tetap memperhatikan pemeuhan dan perlindungan hak anak, terutama di ranah daring. Aturan ini akan menjadi pedoman seluruh kementerian/lembaga, dunia usaha, akademisi, masyarakat dan seluruh stakeholder dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap anak di ranah daring dengan tetap memperhatikan pemenuhan dan perlindungan hak anak, Dengan dukungan semua pihak, yakinlah Indonesia akan bangkit menjadi negara yang maju dan hebat menuju Indonesia Layak Anak 2030 dan Indonesia Emas 2045.

Daftar Pustaka

AntaraKalteng: “Tiga risiko yang intai anak di ranah daring”, 10 Februari 2022. Data Prevalensi Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) 2021.

Detiknews: “Menteri PPPA:1.940 Kasus Kekerasan Anak di Medsos diadukan di 2017-2019”, 10 Februari 2020.

Https://www.bappenas.go.id/id/berita/bappenas-usung-transformasi-ekonomi- demi-mencapai-visi-indonesia-2045-WdIED.

Kajian Disrupting Harm, 2022.

KaltimPost: “2 Persen Anak Jadi Sasaran Pelecehan Seksual Secara Daring”

KemenPPPA.go.id: “Wujudkan Indonesia Emas 2045, Kemen PPPA Lakukan Upaya Perlindungan Anak di Ranah Daring”, 20 Agustus 2022

Kompas Online:” Jadi Sasaran Kekerasan Seksual Daring, Sedikit Anak Bersuara”, 30 September 2022.

Profil Anak Kementerian PPPA, 2021.

Tempo. Retrived from https://www.tempo.co/dw/3451/pelecehan-online-terhadap-perempuan- mendorong-mereka-keluar-dari-medsos

Share this post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *