Ketahanan Pangan Lokal Wajib Dimulai dari Rumah. Caranya?

Ketahanan Pangan Lokal Wajib Dimulai dari Rumah. Caranya?

Hingga saat ini, beberapa bahan makanan utama masyarakat Indonesia masih diimpor dari luar. Padahal, kita sebagai ibu bisa berperan aktif menjaga ketahanan pangan lokal. Bagaimana caranya?

Total nilai impor 8 komoditas pangan menurut data Badan Pusat Statistik Januari-Agustus 2015 mencapai US$ 3,5 miliar, atau sekarang sekitar Rp 51 triliun. Meningkatnya impor bahan makanan pokok seperti gula, beras, jagung, garam, tebu, terigu dan biji gandum ini karena kurangnya upaya ketahanan pangan.

Ketahanan pangan bukan hanya tanggung jawab pihak pemerintah, kita pun selayaknya berpartisipasi dengan cara banyak mengonsumsi bahan pangan lokal. Jika bahan pangan lokal banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia, para petani, peladang dan nelayan pun akan sejahtera dan terus meningkat produksinya.

Dalam memperingati Hari Pangan Sedunia (30/10), Forum Alumni Aktivis Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (FAA PPMI) dalam talkshow dengan beberapa narasumber, menghadirkan Direktur Keadilan Ekonomi Oxfam Indonesia Dini Widiastuti yang menyuarakan bahwa peran perempuan harus lebih banyak dilibatkan dalam upaya ketahanan pangan.

Perempuan sebagai manajer rumah tangga, bisa mengatur beragam jenis makanan dan minuman yang layak dikonsumsi keluarganya. Dengan sedikit repot mengolah bahan makanan lokal menjadi hidangan yang disukai keluarga. Daripada membeli makanan di restoran atau mengonsumsi junk food yang belum tentu memakai bahan makanan sehat dan aman. Banyak sekali bahan pangan lokal yang menarik dan bernutrisi. Baik sumber karbohidrat, buah-buahan, sayuran dan lain sebagainya.

Misalnya, Ketela pohon, Ubi Jalar, Labu Kuning, Talas, Ganyong, Buah lokal dan sayuran yang tumbuh subuh di Tanah Indonesia. Mengapa tidak dikembangkan di negeri sendiri? Generasi muda sekarang terlalu bangga dengan produk luar dari mulai makanan berat sampai camilan.

“Perempuan dapat menyediakan dan membiasakan keluarganya untuk mengonsumsi makanan sehari-hari dari olahan sendiri. Memasak bahan makanan lokal dengan cara yang benar agar nutrisi tidak hilang. Selain itu, perempuan pun harus mau menjadi yang terdepan dalam kebijakan pengolahan makanan sehat dalam lingkungan rumah maupun pekerjaan. Karena perempuan paling tahu makanan mana yang sehat dan yang bermanfaat untuk keluarganya.” Dini menambahkan.

Di sisi lain, dalam kebijakan memperoleh pinjaman untuk produsen makanan yang dilakukan oleh perempuan pun semestinya menjadi fokus perhatian. Dengan melibatkan perempuan untuk menumbuhkan inovasi pangan lokal yang membudidaya. Sosok-sosok perempuan produsen makanan pun harus ditonjolkan demi eksistensinya untuk menjemput peluang.

Artis anak-anak era 90an Dea Ananda yang juga hadir di acara seminar tersebut, bisa menjadi contoh yang baik bagi para ibu. Dea bercerita bahwa keluarganya selalu mendapatkan makanan hasil olahannya sendiri. Seperti tahu tempe, sayur asem, sop dan makanan-makanan yang sehat lainnya tanpa junk food.

“Sejak kecil saya dibiasakan makan makanan rumahan, bahkan waktu kecil saya dikasih sambel dan ikan asin juga lalapan. Kalau saya ingin makanan junk food itu karena ingin seperti teman saja. Saya harus nabung berminggu-minggu jika ingin makan junk food. Ibu saya sangat ketat. Tapi saya banyak mendapat manfaatnya sampai sekarang,” kata Dea Ananda.

Jadi, jika bahan pangan lokal berjaya di negeri sendiri dan dibudidayakan. Setidaknya dapat menekan beban impor yang dapat menyebabkan dolar naik, kesempatan para petani Indonesia tidak tersingkir dan ekonomi menguat kartena perputaran terjadi masih di dalam negeri.(ab)

Share this post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *