Refleksi Perempuan 2016, Menjaga Kebhinekaan dan Perdamaian

Refleksi Perempuan 2016, Menjaga Kebhinekaan dan Perdamaian

Tahun berganti, namun bagaimana perkembangan kebijakan perempuan selama tahun 2016 dan apa harapannya pada tahun 2017? Selasa, 24 Januari 2016 lalu, Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), mendiskusikan refleksi 2016 serta catatan awal tahun 2017. Belum telat rasanya bila masih mengangkat tema tersebut dalam tulisan. Diskusi yang berjudul ‘Menjaga Kebhinekaan, Demokrasi dan Perdamaian Tantangan Serius Bagi Indonesia 2017 ini menghadirkan tiga narasumber. Ketiga narasumber adalah Dian Kartika Sari (sekretaris Jendral Koalisi Perempuan Indonesia), Dirga Ardiansyah (akademisi) dan Prof DR Musdah Mulia (ICRP).

Selama ini, sejumlah kebijakan dan tindakan telah dibuat oleh pemimpin-pemimpin nasional, sebagian dari kebijakan dan tindakan tersebut menjadi tanda-tanda bahwa harapan menjadikan Indonesia yang lebih baik, memiliki peluang besar untuk terwujud. Namun, sebagian kebijakan dan tindakan para pemimpin membuat masyarakat pupus harapan. Koalisi Perempuan Indonesia menyebut Tahun 2016 sebagai tahun penuh tantangan untuk mempertahankan demokrasi dan kebhinekaan, refleksi terhadap rangkaian peristiwa sepanjang tahun 2016 menjadi penting untuk dilakukan, sebagai pembelajaran politik. Beberapa peristiwa yang telah terjadi sepanjang awal tahun dan yang akan terjadi dalam satu tahun ke depan, perlu menjadi catatan sekaligus bahan pertimbangan dalam melakukan berbagai upaya untuk menjaga demokrasi, penegakkan Hak Asasi Manusia dan mewujudkan kesejahteraan.

“Ada dua peristiwa penting di bidang ekonomi yang berpengaruh pada kehidupan masyarakat khususnya perempuan,” kata Dian Kartika Sari. Pertama, naiknya harga kebutuhan pokok dan kelangkaan pangan serta kebijakan dan implementasi kebijakan distribusi alokasi anggaran negara. Sedangkan di bidang politik, terdapat tiga peristiwa penting antara lain Kepemiluan dan Pilkada Serentak, menguatnya ancaman terhadap demokrasi dan implementasi

Di bidang hukum, terdapat lima perkembangan penting yaitu legislasi nasional, penghapusan Perda oleh kementrian dalam negeri, adanya hukuman mati dan kebiri sebagai jawaban untuk mengatasi meningkatkan kejahatan seksual terhadap anak, serta menguatnya tren penggunaan hukum agama ke dalam hukum negara dan akses perempuan terhadap keadilan. Sedangkan di bidang sosial, terdapat dua perkembangan penting, yaitu kebijakan dan implementasi perlindungan sosial, dan respon negara terhadap praktek-praktek budaya yang membahayakan kehidupan perempuan dan anak perempuan.

Harga pangan, terutama beras, telor, daging dan sayuran, terus meningkat hampir di semua daerah di Indonesia. Mengakibatkan bertambahnya beban perempuan, terutama berkait dengan beban domestiknya sebagai penyedia pangan keluarga. Perempuan harus melakukan berbagai upaya penghematan dan melakukan daur ulang pangan demi menjamin ketersediaan pangan bagi keluarga. Kelangkaan pasokan pangan, menjadi pembahasan di tingkat nasional. Tata kelola perdagangan pangan di bidang peternakan dan pertanian yang rantai pasoknya dikuasai oleh spekulan, mengakibatkan pasokan pangan di pasaran dapat dengan mudah hilang. Upaya pemerintah mengendalikan import daging sapi dihadapkan pada besarnya kuasa spekulan yang mampu memengaruhi pasokan dan harga daging di pasar. Hal yang sama terjadi pada cabai dan bawang merah serta komoditas pangan lainnya. Tingginya harga pangan tidak berdampak positif di tingkat petani dan peternak. Karena harga jual di tingkat petani dan peternak tetap rendah.

Di sisi lain, tingginya harga pangan tersebut menimbulkan kesulitan bagi penjualan makanan jadi seperti katering, Rumah makan dan warung-warung di berbagai wilayah di Indonesia. Di tingkat keluarga, kelangkaan dan mahalnya harga pangan tersebut mengakibatkan lebih dari 70% pendapatan keluarga terserap untuk memenuhi kebutuhan pangan, dan terjadinya pengurangan kuantitas dan kualitas pangan. Beban perempuan, khususnya ibu rumah tangga semakin meningkat, karena bertambahnya tingkat kesulitan dalam pengelolaan keuangan rumah tangga. Pemerintah tak banyak melakukan intervensi terhadap meningkatnya harga pangan di pasar. Jika tahun-tahun sebelumnya, pemerintah sangat cepat tanggap melakukan operasi pasar, sepanjang tahun 2016, tak banyak dilakukan operasi pasar untuk menetralisir tingginya harga pangan di pasaran. “Berkurangnya operasi pasar ini, merupakan salah satu pertanda bahwa pemerintah sedang menuju pada tahap penghapusan proteksi dan penerapan perdagangan bebas,” kata Dian lagi.(rab)

Share this post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *