Sumber Air Su Dekat !!! (Bagian 1)

Sumber Air Su Dekat !!! (Bagian 1)

Oleh : Mariana Lusia Resubun

“Sekarang sumber air su dekat,

Beta sonde pernah terlambat lagi,

Lebih mudah bantu mama ambil air untuk mandi adik,

Karna mudah ambil air, katong bisa hidup sehat”

Ingatkah pembaca akan kalimat diatas? Sebuah kalimat yang diucapkan oleh seorang bocah laki-laki dari salah satu daerah di Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Kalimat “Sekarang sumber air su dekat” yang sempat populer beberapa tahun lalu, merupakan kalimat dari sebuah iklan air minum kemasan. Iklan tersebut menceritakan pengalaman anak kecil tadi, yang berbahagia karena tidak lagi kesulitan mendapatkan air bersih. Ada donasi dari setiap pembelian air kemasan tersebut untuk membantu mereka yang kesulitan air bersih.

Seperti halnya udara dan makanan yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan makhluk hidup, air merupakan salah satu faktor penting yang menunjang kehidupan. Bahkan ada yang mengatakan bahwa orang masih bisa hidup seminggu tanpa makanan asalkan ada air minum. Adakah aktivitas kita yang tidak membutuhkan air? Hampir sepanjang hari kita memerlukan air, entah mulai dari air untuk minum, air untuk mandi, air untuk memasak, air untuk menyiram tanaman, air untuk mencuci kendaraan, air untuk industri, air sebagai wahana rekreasi dan sebagainya. Sanggupkah kita hidup tanpa air?

Air yang ada di muka bumi, baik yang ada di lautan (air asin) maupun di sumber-sumber air tawar (sungai, danau, waduk, sumur dan sebagainya) berasal dari air hujan yang dihasilkan melalui suatu siklus hidrologi. Air hujan adalah sahabat yang sangat dinantikan kehadirannya dikala musim kemarau dan seakan berubah menjadi lawan yang mematikan ketika musim hujan tiba.

Saya termasuk orang yang bersungut-sungut ketika musim kemarau tiba, karena udara menjadi panas, debu beterbangan dimana-mana, air bersih menjadi barang yang langka dan mahal. Saya juga termasuk orang yang bersungut-sungut ketika musim penghujan tiba, karena banjir dimana-mana sehingga menghambat aktivitas, belum lagi perabotan rumah tangga yang rusak akibat direndam banjir, muncul penyakit kulit seperti gatal-gatal dan kutu air, air bersih pun susah didapatkan. Apakah anda termasuk orang suka yang bersungut-sungut seperti saya?

Kondisi dimana musim hujan air sungai meluap, banjir dimana-mana sedangkan di musim kemarau kesulitan air bersih dapat dikatakan sebagai krisis air. Krisis air bukan hanya terjadi ketika kita kekurangan air bersih di musim kemarau, namun krisis air juga terjadi ketika kita kelebihan air (air terbuang percuma) di musim hujan.

Ingatkah anda akan lirik lagu om Ebiet G Ade yang berjudul “Berita Kepada Kawan”? Di dalam lirik lagu tersebut menceritakan kisah seorang gembala kecil yang menjadi yatim piatu karena orang tuanya tewas akibat bencana alam. Muncul pertanyaan dalam lagu tersebut, “….mungkin Tuhan mulai bosan melihat tingkah kita, …. atau alam mulai enggan bersahabat dengan kita…”, penyebab bencana diduga karena alam yang tidak mau lagi bersahabat dengan manusia.

Apakah tidak muncul pertanyaan baru di benak kita sebagai pendengar lagu tersebut, sudahkah kita sebagai manusia bersahabat dengan alam? Pada dasarnya degradasi atau kerusakan alam terjadi secara alamiah, seperti tanah longsor dan gunung meletus. Namun degradasi tersebut terjadi secara lambat, aktivitas manusialah yang menyebabkan degradasi itu semakin cepat. Tindakan manusia yang serakah dengan seenaknya merusak alam menjadi penyebab utama terjadinya kerusakan alam. Apakah kita akan terus menyalahkan alam akibat berbagai bencana yang terjadi?

Sejarah dunia mencatat bencana banjir Sungai Kuning (Sungai Huang-Ho) tahun 1887 dan tahun 1931 di Cina telah menewaskan jutaan orang. Kematian yang disebabkan oleh banjir tersebut terjadi selain karena tenggelam, para korban juga menderita berbagai penyakit, kelaparan, dan kekeringan. Hal ini merupakan dampak dari kerusakan lingkungan. Hutan di sekitar Sungai Kuning terus dibuka, tekanan jumlah penduduk yang semakin tinggi menyebabkan kebutuhan akan lahan sebagai tempat pemukiman dan lahan pertanian pun semakin tinggi.

Dampaknya hutan menjadi gundul, terjadi erosi dan sedimentasi pada waktu hujan dan sebaliknya kekeringan di musim kemarau. Pemusatan penduduk di daerah tersebut terjadi karena tanahnya subur. Selain sebagai kawasan pertanian, juga merupakan kawasan pemukiman terpadat pada masanya. Tanah yang subur merupakan tempat tumbuh tanaman yang baik, yang akan menghasilkan tanaman dengan produksi tinggi sebagai sumber pangan.

MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia) adalah sebuah pola induk perencanaan ambisius dari pemerintah Indonesia untuk dapat mempercepat realisasi perluasan pembangunan ekonomi. Dalam dokumen pembangunan MP3EI, Koridor Ekonomi Papua dan Kepulauan Maluku adalah sebagai pusat pengembangan pangan, perikanan, energi, dan pertambangan nasional.

Strategi pembangunan ekonomi Koridor Ekonomi Papua dan Kepulauan Maluku difokuskan pada 5 (lima) Kegiatan Ekonomi Utama (KEU), yaitu pertanian pangan-MIFEE (Merauke Integrated Food and Energy Estate), tembaga, nikel, migas, dan perikanan, sedangkan Kegiatan Ekonomi Lainnya (KEL) yaitu emas dan peternakan (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian 2013).

Program MIFEE diresmikan oleh Menteri Pertanian Suswono pada tanggal 11 Agustus 2010. Program ini bertujuan memantapkan ketahanan pangan dan sekaligus mensejahterakan rakyat terutama masyarakat pribumi, melalui upaya pemanfaatan 2,5 juta hektar potensi lahan datar Kabupaten Merauke sebagai kawasan agribisnis dan energi terbarukan.

Program transmigrasi di masa orde baru telah mengubah Merauke menjadi daerah sentra produksi beras di kawasan Papua. Berdasarkan data Pemerintah Pusat pada tahun 2011, kawasan transmigrasi memproduksi beras lebih dari 5,8 juta ton di seluruh Indonesia, termasuk di Kabupaten Merauke. Pada masa pemerintahan presiden Jokowi, dilanjutkan dengan wacana mencetak 1, 2 juta hektar lahan sawah baru. Suatu cita-cita mulia untuk mewujudkan lumbung pangan di Merauke.

Mungkin ini hanya pikiran bodoh saya, tetapi muncul pertanyaan di benak saya yaitu dari manakah sumber air kita untuk cita-cita mulia ini? Selama ini kita hanya mengandalkan sistem sawah tadah hujan. Apakah ketika hutan terus dibuka untuk dijadikan sawah, apakah masih banyak akar pepohonan yang berfungsi untuk menangkap dan menyimpan air hujan? Berapakah jumlah uang yang harus dikeluarkan untuk menyuling air sungai Maro, Kumbe dan Bian yang telah menjadi asin akibat intrusi air laut agar layak untuk digunakan sebagai air irigasi?

Apakah masih ada air yang dapat disimpan oleh tanah dengan bantuan akar tanaman? Ketika nilai laju alih fungsi hutan menjadi lahan pertanian, kawasan industri, pemukiman dan sebagainya sangat tinggi. Belum lagi kegiatan pencurian kayu sehingga banyak pohon yang ditebang. Apakah air tersebut akan terbuang dengan percuma dan menjadi bencana banjir di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau?

Lalu dari manakah sumber-sumber air untuk mengairi sawah baru yang telah dibuka? Tahukah anda berapa liter air yang digunakan untuk menghasilkan 1 kilogram beras? Apakah sudah selayaknya hutan kita dikorbankan untuk memenuhi kebutuhan kita di masa sekarang? Lupakah kita akan nasib anak cucu kita nanti?

Ketika hutan yang hijau, aneka fauna dan flora yang tumbuh di hutan hanya dapat mereka saksikan melalui sebuah gambar! Belum lagi ancaman terjadinya lahan kritis karena pemberian berbagai pupuk dan obat-obatan kimia untuk memacu pertumbuhan tanaman, agar dapat berproduksi maksimal. Akibatnya tanah menjadi tidak subur dan tidak produktif, lahan baru harus dibuka untuk mengganti lahan yang tidak produktif tadi.

Padi merupakan tanaman yang memerlukan air, tetapi bukan tanaman air. Menurut catatan nationalgeographic.com bahwa dari total cadangan air tawar yang ada di seluruh dunia, 21% diantaranya digunakan untuk kegiatan pertanian padi sawah di seluruh dunia. Jumlah air sebanyak itu setara dengan 1350 milyar meter kubik. Lebih jauh disebutkan bahwa untuk menghasilkan beras sebanyak 0,5 kg, air yang dibutuhkan adalah sebanyak 449 galon, atau setara dengan 1700 liter air.

Artinya untuk menghasilkan 1 kg beras, air yang dibutuhkan menjadi dua kali lipat yaitu sebanyak 3400 liter. Jika dalam satu hektar beras yang ingin kita hasilkan sebanyak 5 ton, maka jumlah air yang harus disediakan sebanyak 17 juta liter (1700 meter kubik). Bayangkan betapa banyaknya air yang diperlukan untuk menghasilkan beras, selama ini air yang diperoleh adalah gratis dari alam, hanya perlu modal mesin pompa air dan selang untuk menyalurkan air ke persawahan.

Kebutuhan air rumah tangga di Kota Merauke dipenuhi dari air PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) dengan memanfaatkan air dari Rawa Biru yang berada dalam kawasan Taman Nasional Wasur dan juga dari sumur-sumur warga. Ada berbagai masalah terkait ketersediaan air bersih di kota Merauke, misalnya saja secara fisik yaitu air PDAM yang berwarna kekuningan apalagi pada saat musim hujan berwarna seperti seduhan teh. Air PDAM yang berwarna kemerahan ini diduga merupakan dampak dari sedimentasi lumpur dan dedaunan.

Belum lagi debit air yang terus menurun akibat invasi gulma sehingga luasan daerah tangkapan air menjadi berkurang. Sumber air tanah dari sumur-sumur warga yang berwarna jernih, juga bermasalah karena tingginya kandungan kapur di air maupun rasa air yang selobar/payau. Air tanah dari sumur warga yang terasa asin maupun air sungai yang asin merupakan dampak dari intrusi air asin.

Intruisi air asin adalah pergerakan air asin ke akuifer air tawar yang dapat mengkontaminasi sumber air minum. Intrusi terjadi ketika tekanan hidrostatik air laut lebih tinggi dibandingkan air tawar, artinya pori-pori tanah yang seharusnya diisi dengan air tawar malah diisi dengan air asin dari laut. Salah satu penyebab intrusi air laut adalah tidak adanya akar pepohonan yang bisa menahan dan menyimpan air tawar yang bersumber dari air hujan.

Share this post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *