Libatkan Perempuan di Tiap Tahap Pembangunan

Kemenpppa, perempuan, kesetaraan gender,

Libatkan Perempuan di Tiap Tahap Pembangunan

Perempuan jangan hanya menjadi penonton dalam pembangunan. Karena itu, perempuan dari berbagai kelompok terutama kelompok marjinal, harus terlibat dalam perencanaan pembangunan, agar partisipasinya bermakna.

JAKARTA, KOMPAS – Partisipasi dan suara perempuan terutama dari kelompok marjinal yang bermakna dalam perencanaan pembangunan, sangat penting untuk memperkecil dan menutup kesenjangan jender di Indonesia. Hal tersebut haruslah diwujudkan melalui komitmen pemerintah untuk melibatkan minimal 30 persen perempuan dalam pengambilan keputusan di setiap tahapan pembangunan.

Perempuan harus hadir terlibat langsung menyampaikan aspirasi, mulai dari tahapan perencanaan, penganggaran, implementasi, hingga proses pemantauan, evaluasi, pelaporan, dan audit, termasuk menjadi kelompok sasaran penerima manfaat. Salah satu kunci dari komitmen politik pemerintah tersebut dengan membiayai semua sektor pembangunan dengan anggaran yang mampu menutup kesenjangan jender.

Demikian rekomendasi dari Musyawarah Perempuan Nasional untuk Perencanaan Pembangunan (Musyawarah PNPP) Tahun 2023, yang berlangsung selama dua hari di Jakarta, Senin (17/4/2023) hingga Selasa (18/4/2023). Musyawarah PNPP yang dibuka Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati, diikuti sekitar 3.800 peserta, yang tersebar di sekitar 1.000 titik dari kabupaten, kecamatan, hingga perdesaan/kelurahan ini juga berlangsung secara daring.

Pelibatan perempuan dalam pengambilan keputusan telah lama menjadi harapan bahkan jargon banyak pihak.

”Pelibatan perempuan dalam pengambilan keputusan telah lama menjadi harapan bahkan jargon banyak pihak. Saat ini harapan tersebut dapat diwujudkan, dan terbukti musyawarah ini menghasilkan usulan strategis untuk mengurangi bahkan mengakhiri kesenjangan jender di segala aspek kehidupan,” ujar Misiyah, Direktur Institut Lingkaran Pendidikan Alternatif (KAPAL) Perempuan, usai Penutupan Musyawarah Perempuan Nasional, Selasa petang.

(Foto: Sonya Hellen Sinombor/Misiyah)

Organisasi masyarakat sipil penyelenggara musyawarah perempuan akan mengawal komitmen Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) dan Kementerian PPPA untuk menjadikan musyawarah perempuan tersebut sebagai sebuah sistem dalam perencanaan pembangunan dengan representasi 30 persen.

”Hal ini nyata, dengan adanya dukungan anggaran pembangunan yang akan membiayai secara khusus program-program yang bukan hanya program perempuan, tetapi program untuk kesetaraan jender,” tegas Misiyah.

Musyawarah Perempuan Nasional untuk Perencanaan Pembangunan merupakan yang pertama kali digelar di Indonesia, digagas oleh delapan organisasi masyarakat sipil mitra INKLUSI (Kemitraan Australia-Indonesia Menuju Masyarakat Inklusif) yakni KAPAL Perempuan, Migrant CARE, Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia (BaKTI), Aisyiyah, Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA), Kemitraan, Sasana Inklusi dan Gerakan Advokasi Difabel (SIGAB), dan Perempuan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI).

Musyawarah yang ditutup oleh Deputi Bidang Kesetaraan Gender Kementerian PPPA, Lenny N Rosalin, menjadi ajang bagi para perempuan dari kelompok marjinal untuk menyuarakan berbagai situasi termasuk mengangkat praktik baik yang dilakukan selama ini. Hal ini termasuk saat menghadapi masa Pandemi Covid-19.

(Foto: Sonya Hellen Sinombor)
Suasana Musyawarah Perempuan Nasional untuk Perencanaan Pembangunan (Musyawarah PNPP) Tahun 2023, yang berlangsung selama dua hari di Jakarta, Senin (17/4/2023) hingga Selasa (18/4/2023).

Setidaknya, menurut Lenny, ada dua isu besar yang perlu mendapat perhatian, yakni soal kelembagaan yang perlu ditata baik, serta ketersediaan data terpilah (tidak hanya jenis kelamin, tapi kelompok usia, disabilitas, dan kelompok lainnya), serta masalah terkait sumber daya manusia yang harus melaksanakan proses di lapangan, dan tidak kalah penting anggaran.

”Kita perlu juga menata mekanisme. Kenapa sudah banyak kebijakan, program, ada anggaran, tapi permasalahan kita juga masih tetap banyak, mekanisme seperti apa yang harus kita revitalisasi sehingga terjadi perubahan signifikan,” kata Lenny seraya menegaskan pentingnya kolaborasi dan sinergi semua pihak.

Menurut Lenny, ada sejumlah pembelajaran yang diperoleh dari musyawarah perempuan nasional tersebut karena dari berbagai pemetaan data dan analisis muncullah sembilan isu prioritas perempuan.

Kesembilan isu tersebut meliputi kemiskinan (perlindungan sosial); perempuan pekerja (pekerja migran, pekerja rumah tangga, korban tindak pidana perdagangan orang, dan kerja layak); penghapusan perkawinan anak; ekonomi perempuan; kepemimpinan perempuan (partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan); kesehatan perempuan (kesehatan mental, kesehatan reproduksi remaja dan perempuan); perempuan dan lingkungan hidup (pengelolaan sumber daya alam, masyarakat adat); kekerasan terhadap perempuan dan anak; serta perempuan dan anak yang berhadapan dengan hukum.

Target perencanaan pembangunan

Direktur Keluarga, Perempuan, Anak, Pemuda, dan Olahraga, Kementerian PPN/Bappenas, Woro Srihastuti Sulistyaningrum menyampaikan pelaksanaan musyawarah perempuan nasional sangat penting. Hal ini lantaran target sasaran perencanaan pembangunan adalah perempuan dan kelompok marjinal.

”Maka perlu kita diskusikan dengan Bappenas, bagaimana mekanisme yang akan kita bangun untuk memastikan keterlibatan perempuan masuk dalam sistem,” kata Woro.

(Foto: Kompas)
Direktur Keluarga, Perempuan, Anak, Pemuda, dan Olahraga, Kementerian PPN/Bappenas, Woro Srihastuti Sulistyaningrum, (tengah) menyampaikan sambutan pada Penutupan Musyawarah Perempuan Nasional untuk Perencanaan Pembangunan (Musyawarah PNPP) Tahun 2023, yang berlangsung selama dua hari di Jakarta, Senin (17/4/2023) hingga Selasa (18/4/2023).

Peserta berharap hasil musyarawah tersebut akan terakomodasi dalam Rancangan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029.

Bagi perempuan penyandang disabilitas, menurut Ninik Hega dari SIGAB, musyawarah tersebut menjadi momentum yang sangat penting dan berarti. Hal itu untuk memastikan suara dan aspirasi mereka tecermin secara signifikan baik dari sisi proses maupun substansi dalam proses perencanaan pembangunan.

Lusia Palulungan dari BaKTI mengungkapkan, musyawarah tersebut merupakan arena untuk mengangkat isu-isu jender, perempuan, dan anak, serta menyusun strategi untuk masukan perencanaan pembangunan yang mengintegrasikan perspektif kesetaraan jender, disabilitas, dan inklusi sosial.

Apalagi, pembahasan dalam sidang yang digelar di musyawarah tersebut mewadahi suara perempuan Indonesia dengan keberagaman kondisi dan latar belakang sosial, ekonomi, demografi, dan wilayah.

Direktur Eksekutif Migrant Care, Wahyu Susilo menyampaikan kegiatan tersebut juga secara khusus memberikan perhatian terhadap perempuan marjinal, antara lain perempuan miskin, terpencil, korban kekerasan, perempuan kepala keluarga, disabilitas, masyarakat adat, pekerja migran-korban perdagangan orang, perempuan dan anak berhadapan dengan hukum, perempuan pekerja informal, pekerja tak berbayar (unpaid worker), anak, remaja perempuan, serta perempuan marjinal lainnya.

Pada hari kedua musyawarah diisi dengan muatan berbagi pembelajaran baik dalam merespon isu-isu jender, perempuan dan anak disampaikan dalam bentuk video dari beberapa daerah. Dilanjutkan dengan sidang pembacaan usulan terhadap RPJPN 2025-2045 dan RPJMN 2025-2029 yang diserahkan kepada Kementerian PPPA dan Bappenas. (Kompas.id/Sonya Hellen Sinombor)

Sumber:
https://www.kompas.id/baca/humaniora/2023/04/18/libatkan-perempuan-di-tiap-tahap-pembangunan

Share this post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *