Seminar Pelibatan Laki-laki dalam Meningkatkan Kesehatan Ibu sebagai Upaya Percepatan Penurunan Angka Kematian Ibu (AKI)
English Version
Sahabat Setara, Jakarta – Kesenjangan gender yang turut berimplikasi pada tingginya Angka Kematian Ibu (AKI), perlu dilakukan upaya-upaya strategis untuk mendorong peningkatan peran laki-laki dalam mendukung kesehatan perempuan, khususnya kesehatan reproduksi perempuan. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) berupaya melakukan penurunan AKI di Indonesia. Salah satu upaya penurunan kematian ibu dapat dilakukan dengan meningkatkan kesehatan ibu dan bayi. Dengan meningkatnya kesehatan ibu maka kematian ibu dapat dicegah. Di sinilah peran dan tanggung jawab laki-laki sangat penting baik sebagai suami maupun ayah untuk selalu mendampingi, mendukung dan bekerja sama untuk meningkatkan kesehatan ibu mulai dari saat kehamilan, persalinan, dan pasca persalinan (menyusui hingga pengasuhan). Dalam mengatasi permasalahan AKI, diperlukan konsep pelibatan laki-laki yang integratif dan komprehensif.
Deputi Bidang Kesetaraan Gender berupaya untuk menggali lebih dalam dan mencari solusi dalam mengatasi angka kematian ibu di Indonesia dengan mengadakan Seminar Pelibatan Laki-laki dalam Meningkatkan Kesehatan Ibu sebagai Upaya Percepatan Penurunan AKI yang dilaksanakan di Hotel Pullman, Jakarta. Acara ini sekaligus sebagai rangkaian kegiatan Peringatan Hari Ibu yang puncaknya akan dilaksanakan pada Bulan Desember 2022.
”Seminar ini kami selenggarakan karena keprihatinan kita melihat bahwa Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia yang masih tinggi. Merujuk pada data Kementerian Kesehatan tahun 2020 menunjukkan AKI di Indonesia tahun 2018 yaitu 305 per 100.000 kelahiran hidup, dan angka ini masih jauh dari target SDGs yaitu 70 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2030. Target AKI di Indonesia sendiri di tahun 2030 diharapkan dapat menurun menjadi 131 per 100.000 kelahiran hidup,” ucap Ibu Lenny N. Rosalin, Deputi Biang kesetaraan gender dalam sambutannya pada acara seminar tersebut.
Kematian ibu pada usia produktif menyebabkan kehilangan sumber daya manusia bagi negara yang tentu berpengaruh terhadap perkembangan ekonomi dan sosial. Kematian ibu juga berkaitan dengan harga diri bangsa. Kesepakatan internasional tentang penurunan AKI sebagai salah satu target SDGs dan upaya yang dilakukan serta pencapaiannya harus dilaporkan secara berkala. Target SDGs tersebut belum tercapai bahkan masih jauh dari target yang ditentukan, padahal sisa waktu menuju ke tahun 2030 hanya tinggal 8 tahun lagi.
Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi, BKKBN, Ibu dokter Eni Gustina, menyampaikan bahwa, “Tahun 2022 angka kematian ibu menurun yaitu sebesar 2.420 jiwa dibandingkan dengan tahun 2021 yaitu sebesar 6.339 jiwa. Tingginya angka kematian Ibu pada tahun 2021 karena adanya pandemi covid-19. Hal ini dikarenakan 50% ibu hamil yang terkena covid meninggal dunia. Sehingga BKKBN pada saat itu mendorong Kemenkes untuk segera memberikan vaksin pada ibu Hamil dan hal tersebut tentu melalui perdebatan yang panjang karena saat itu belum tersedianya vaksin yang aman dan dapat diterima oleh ibu hamil.”
Dokter M. Yusuf dari Kemenkes menyampaikan bahwa sudah ada intervensi yang dilakukan untuk menurunkan angka kematian ibu yaitu dengan intervensi sensitive (determinan sosial dan akses ke Fasyankes) dan intervensi spesifik (pelayanan kesehatan yang berkualitas). Beberapa hal yang masih menjadi perhatian kita bersama adalah masih tingginya angka kematian ibu di Indonesia, keterambatan pengambilan keputusan yang berkontrisbusi pada kematian ibu, kurangnya peran laki-laki dalam intervensi determinan sosial, meningkatkan pengetahuan dan peran laki-laki dalam peningkatan kesehatan ibu serta dukungan advokasi sosialisasi peningkatan peran laki-laki dalam kesehatan ibu.
Peran semua pihak dalam upaya penurunan angka kematian ibu adalah dengan cara menjunjung persamaan dan kesetaraan laki-laki dan perempuan untuk saling menghormati dan melindungi. Selain itu, perencaaan kehamilan hingga melahirkan merupakan tanggung jawa bersama antara perempuan dan laki-laki, pelibatan kelompok laki-laki dalam program kesehatan reproduksi harus lebih banyak diberikan, dan terakhir pelibatan seluruh pihak merupakan sebuah keharusan karena penurunan AKI tidak akan dapat tercapai apabila tidak didukung oleh seluruh elemen masyarakat.
“Kelompok laki-laki sebagai pendidik dapat berperan dalam memberikan informasi dan edukasi kepada orang-orang di sekitarnya, sehingga seseorang atau kelompok tersebut mampu membuat keputusan yang terbaik berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya khususnya terkait kesehatannya. Hal ini tentu saja harus kita dukung dengan adanya penghargaan agar banyak orang, khususnya laki-laki, tertarik dan dapat mengedukasi orang lain yang disampaikan secara ringan dan terbuka sehingga tidak ada yang merasa digurui atau disudutkan.” Jelas ibu Zumrotin K. Susilo dari Yayasan Kesehatan Perempuan. “Saya sangat yakin LSM atau ormas agama harus ikut mendukung kegiatan ini, yaitu kegiatan pelibatan laki-laki dalam kesehatan reproduksi terutama dalam penurunan angka kematian ibu karena mereka memiliki massa yang besar dan militan sehingga apa yang mereka mulai akan berdampak besar di masyarakat, “ tambahnya dalam menutup paparan pada kegiatan tersebut.
Ibu Nurmawati dari Rifka Annisa, Yogyakarta menyampaikan bahwa manfaat Keterlibatan laki-laki dalam pengasuhan dan ikut terlibat selama masa kehamilan salah satunya adalah anak-anak menunjukkan sikap yang lebih setara gender dan perkembangan sosial kognitif yang lebih baik. Laki-laki atau ayah akan memiliki kehidupan dan kesehatan fisik serta mental yang lebih baik tatkala terlibat pengasuhan. Dengan keterlibatan laki-laki maka kekerasan dalam rumah tangga menurun, sehingga rumah tangga menjadi lebih bahagia dan harmonis.
Rifka Annisa sebagai lembaga Women’s Crisis Center memiliki program dengan nama Mencare+ dimana tujuan kegiatan ini adalah pelibatan laki-laki dalam pengasuhan anak dan penghapusan kekerasan terhadap perempuan untuk pemenuhan hak dan kesehatan reproduksi dan seksual. Tujuan programnya adalah untuk meningkatkan pemahaman dan tanggung jawab laki-laki dalam penghapusan kekerasan terhadap perempuan, meningkatkan pemahaman dan tanggung jawab laki-laki dalam kesehatan ibu dan pengasuhan serta meningkatkan akses dan partisispasi laki-laki terhadap penggunaan alat kontrasepsi untuk mempromosikan kesehatan yang lebih baik.
Perlu disiapkan materi edukasi yang user friendly agar mudah dipahami kemudian materi ini bisa kita masukkan dalam fasilitas Kesehatan dan forum-forum, baik milik pemerintah ataupun masyarakat. Perlukah kebijakan sebagai umbrella untuk hal ini? Harus dibahas lebih spesifik lagi mengenai hal ini. Kemudian, yang terakhir harus mulai melatih para SDM champion yang berada di level pusat hingga Kabupaten/Kota dan diintegrasikan hingga desa melalui DRPPA.
Kebijakan pelibatan laki-laki ini sudah ada tetapi belum cukup. Selain itu juga, praktik yang telah dilakukan di masyarakat sudah banyak dan kita dapat menjadikan hal tersebut sebagai rujukan dan melakukan replikasi program. Perlu banyak pihak yang terlibat. Hal ini tentu tidak bisa dilakukan dengan cara konvensional dan perlu keterlibatan seluruh pihak. (GSR)
Leave a Reply