KemenPPPA dan UNDP Adakan FGD GENDER SENSITIVE GREEN ECONOMY DATABASE

kemenpppa, kesetaraan gender, perempuan, UNDP

KemenPPPA dan UNDP Adakan FGD GENDER SENSITIVE GREEN ECONOMY DATABASE

Indonesia rentan terhadap perubahan iklim, cuaca ekstrem, krisis ekonomi, kerawanan pangan, pandemi, dan bencana. Tingkat ketimpangan gender di Indonesia peringkat 101 dari 156 negara. Konvensi CEDAW sudah diikuti oleh Indonesia sejak 1984, yang mengharuskan kebijakan yang responsif gender. Indonesia juga berkomitmen mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) dengan menghapus diskriminasi terhadap perempuan. Perspektif gender penting dalam menghadapi perubahan iklim.

Ekonomi hijau dapat mencapai pembangunan berkelanjutan dan mengatasi kemiskinan. Fokus pada ekonomi hijau adalah pertumbuhan kekayaan, kesejahteraan, keadilan sosial, dan mengurangi risiko ekologis. UNDP dan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) bekerja sama untuk menghijaukan sektor energi, kehutanan, pertanian, transportasi, industri, dan layanan. Sektor kehutanan, energi, dan limbah memiliki potensi signifikan untuk pemulihan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, dan dampak lingkungan positif.

Kebijakan yang mendukung sektor-sektor tersebut akan memberikan pengembalian investasi tertinggi dalam program pemulihan ekonomi hijau. Transisi ke ekonomi hijau juga harus memperhatikan ketidaksetaraan gender agar menguntungkan semua pihak.

Untuk mendukung percepatan transisi menuju perekonomian hijau yang inklusif di Indonesia dan memperhatikan dampaknya terhadap kesetaraan gender, diperlukan data yang terpisah berdasarkan gender yang memadai. Oleh karena itu, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) bekerja sama dengan UNDP melaksanakan FGD (Forum Group Discussion) guna mengumpulkan data sektor yang diperlukan untuk menganalisis kesetaraan gender dan mengidentifikasi masalah dan kebutuhan perempuan dalam transisi ekonomi hijau.

Pada acara yang berlangsung secara daring pada 9 Mei 2023 tersebut, Asisten Deputi PUG Bidang Sosial Budaya, Eko Novi Ariyanti berkesempatan memberikan pidato pembukaan. Ariyanti mengungkapkan bahwa dalam sektor kehutanan, partisipasi perempuan tidak sebanding secara proporsional dan mereka tidak memiliki kekuasaan yang cukup, termasuk dalam sektor kehutanan yang melibatkan perempuan adat.

Dalam sektor energi, perempuan menghadapi keterbatasan akses terhadap energi terbarukan, seperti penggunaan kayu bakar, yang berdampak negatif pada kesehatan dan lingkungan. Dalam hal energi terbarukan, peningkatan akses ini dapat membantu pemberdayaan ekonomi perempuan. Dalam hal pengelolaan limbah, perempuan yang merupakan pengguna air terkena dampak ketika sungai tercemar.

Adriana Venny, Gender Consultant dari UNDP, memaparkan tentang perlunya data dalam menangani isu gender dan kedudukan peran perempuan. Tujuan pemetaan data dan pengarusutamaan gender pada ekonomi hijau dan pembangunan berkelanjutan dibuat untuk menyediakan kerangka kegiatan database yang sensitif gender dengan menggunakan perencanaan yang sesuai dengan fokus tujuan kegiatan, yaitu pada 3 sektor transisi ekonomi: kehutanan, energi, dan pengelolaan sampah.

Di akhir kegiatan, Debi Natalia selaku National Project Coordinator dari UNDP menyampaikan walaupun sudah banyak kegiatan responsif gender di berbagai sektor, namun gapnya memang masih ada hingga saat ini. Selain itu perlu sebuah regulasi sebagai payung yang secara spesifik mengatur pengarusutamaan gender di sektor terpilih menuju transisi ekonomi hijau. (GS)

Share this post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *